Rabu 21 Dec 2022 03:39 WIB

Sejumlah Negara Diduga Selewengkan Penggunaan Data & Aplikasi Covid

Aplikasi pelacakan diduga dimanfaatkan untuk mengekang perbedaan pendapat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Sejumlah negara di dunia diduga telah menyalahgunakan aplikasi dan data pelacakan penyebaran Covid-19. Data tersebut diselewengkan untuk mengekang perbedaan pendapat hingga menyelidiki kejahatan.

Selama lebih dari setahun terakhir, Associated Press (AP) mewawancarai sumber dan meneliti ribuan dokumen untuk menyingkap bagaimana produk teknologi yang dibuat dengan maksud kepentingan penanganan Covid-19 dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Israel menjadi salah satu negara yang diduga melakukan hal tersebut.

Baca Juga

Badan keamanan internal Israel, Shin Bet, memiliki teknologi pengawasan telepon yang digunakan untuk memantau warga terduga anggota kelompok milisi di dalam wilayah Palestina. Saat pandemi merebak, teknologi pengawasan Shin Bet itu digunakan untuk pelacakan rantai kontak Covid-19.

Menurut AP, pada 2021, Shin Bet diam-diam mulai menggunakan teknologi serupa untuk mengirimkan pesan ancaman kepada warga Arab yang dicurigai berpartisipasi dalam bentrokan dengan aparat keamanan Israel. Majd Ramlawi (20 tahun), warga Yerusalem, adalah salah satu orang yang pernah menerima pesan ancaman tersebut.

“Anda terlihat berpartisipasi dalam aksi kekerasan di Masjid Al-Aqsa. Kami akan meminta pertanggungjawaban Anda,” demikian bunyi pesan berbahasa Arab yang masuk ke ponsel milik Ramlawi tahun lalu.

Banyak orang, termasuk Ramlawi, mengaku mereka hanya tinggal atau bekerja atau bahkan hanya sekadar lewat di dekat lokasi kerusuhan. Mereka mengklaim sama sekali tak terlibat dalam aksi bentrokan.

China 

China pun diduga melakukan tindakan penyalahgunaan serupa. Sebagai negara pertama dalam rantai penyebaran Covid-19, warga di sana diharuskan memasang aplikasi agar bisa bergerak bebas di sebagian besar kota. Berdasarkan data telekomunikasi dan hasil tes PCR, aplikasi tersebut menghasilkan kode QR individu yang berubah dari hijau menjadi kuning atau merah, tergantung pada status kesehatan seseorang.

Kini, saat pembatasan pandemic di China berkurang, ada bukti bahwa kode kesehatan telah digunakan untuk melumpuhkan perbedaan pendapat.Warga yang ingin mengajukan pengaduan terhadap pemerintah tiba-tiba menemukan kode mereka menjadi merah. Padahal mereka tidak dinyatakan positif Covid-19 atau menjalin kontak dekat dengan individu yang terinfeksi.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement