Senin 02 Jan 2023 12:39 WIB

Pengaturan Senjata Jadi Dekrit Pertama Presiden Brasil

Lula menandatangani dekrit untuk memperketat pengaturan senjata.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Dalam tindakan pertamanya sebagai presiden pada Ahad (1/1/2023), Lula da Silva menandatangani dekrit untuk memperketat pengaturan senjata.
Foto: AP/Andre Penner
Dalam tindakan pertamanya sebagai presiden pada Ahad (1/1/2023), Lula da Silva menandatangani dekrit untuk memperketat pengaturan senjata.

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA --  Presiden Brasil yang baru dilantik Lula da Silva harus melewati kondisi ekonomi yang lebih menantang daripada yang pernah dialami dalam dua masa jabatan sebelumnya. Dia pun akan mengambil langkah-langkah yang sangat berbeda dari presiden sebelumnya dan lawan politiknya Jair Bolsonaro.

Lula mengatakan prioritasnya adalah memerangi kemiskinan dan berinvestasi dalam pendidikan serta kesehatan. Dia juga berjanji akan menghentikan deforestasi ilegal di Amazon.

Baca Juga

Janji-janji itu upaya Lula mencari dukungan dari kalangan politik moderat untuk membentuk front yang luas dan mengalahkan Bolsonaro. Dia pun meminta beberapa dari mereka untuk menjabat di Kabinetnya.

Dalam tindakan pertamanya sebagai presiden pada Ahad (1/1/2023), Lula menandatangani dekrit untuk memperketat pengaturan senjata. Dia menetapkan batas waktu 30 hari bagi kantor pengawas jenderal untuk mengevaluasi berbagai dekrit Bolsonaro yang menyegel informasi resmi selama 100 tahun.

“Siapa yang membayar harga untuk pemadaman ini, sekali lagi, adalah rakyat Brasil. Tidak ada amnesti! Tidak ada amnesti! Tidak ada amnesti!" ujar Lula  di Majelis Rendah Kongres setelah menandatangani dokumen yang secara resmi mengangkatnya sebagai presiden pada Ahad.

Lula juga menandatangani keputusan yang menjamin tunjangan bulanan untuk keluarga miskin. Pemerintahannya akan membangun kembali dana Amazon yang sebagian besar dibiayai oleh Norwegia untuk pembangunan berkelanjutan di hutan hujan.

Mengingat keputusan-keputusan Bolsonaro yang kontrovesi, sangat tidak mungkin Lula mendapatkan kembali popularitas yang pernah dinikmatinya. Profesor ilmu politik di State University Rio de Janeiro Mauricio Santoro menyatakan, bahkan melihat peringkat persetujuannya naik di atas 50 persen.

Kredibilitas Lula dan Partai Buruh diserang oleh investigasi korupsi yang meluas. Pejabat partai dipenjara, termasuk Lula yang hukumannya kemudian dibatalkan karena alasan prosedural. Mahkamah Agung kemudian memutuskan bahwa hakim yang memimpin kasus tersebut telah berkolusi dengan jaksa untuk mendapatkan hukuman.

Lula dan para pendukungnya bersikeras bahwa dia dijebak. Yang lainnya adalah untuk mengatasi kemungkinan penyimpangan sebagai cara untuk menggeser Bolsonaro dan menyatukan kembali bangsa.

Para pendukung Bolsonaro menolak untuk menerima seseorang yang mereka anggap sebagai penjahat yang kembali ke jabatan tertinggi. Dengan ketegangan yang memanas, serangkaian peristiwa telah menimbulkan ketakutan bahwa kekerasan dapat meletus pada hari pelantikan.

Pada 12 Desember, puluhan orang mencoba menyerbu gedung polisi federal di Brasilia, dan membakar mobil serta bus di area lain kota. Kemudian pada Malam Natal, polisi menangkap seorang pria berusia 54 tahun yang mengaku membuat bom yang ditemukan di sebuah truk bahan bakar menuju bandara Brasilia.

Dia telah berkemah di luar markas tentara Brasilia bersama ratusan pendukung Bolsonaro lainnya sejak 12 November. Dia mengatakan kepada polisi bahwa siap berperang melawan komunisme dan merencanakan serangan dengan orang-orang yang dia temui di protes, menurut kutipan pernyataannya yang dirilis oleh media lokal.

Bolsonaro akhirnya mengutuk plot bom tersebut dalam pidato perpisahan 30 Desember di media sosial, beberapa jam sebelum terbang ke Amerika Serikat. Ketidakhadirannya pada hari pelantikan menandai pemutusan tradisi.

Kondisi panas ini mungkin akan lama bertahan mengingat sayap kiri mengalahkan Bolsonaro dalam pemungutan suara 30 Oktober dengan selisih kurang dari 2 poin persentase. Selama berbulan-bulan pun, Bolsonaro telah menyebarkan keraguan tentang keandalan pemungutan suara elektronik Brasil dan para pendukung setianya enggan menerima kekalahan tersebut.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement