REPUBLIKA.CO.ID, LIMA -- Pemerintah Peru melarang mantan Presiden Bolivia Evo Morales masuk ke negara tersebut. Morales mencela keputusan tersebut yang menurutnya hanya mengalihkan perhatian dari pelanggaran hak asasi manusia di Peru.
Langkah melarang Morales dan delapan orang warga Bolivia lainnya yang tak diidentifikasi diambil saat Peru dilanda unjuk rasa yang mengincar Presiden Dina Boluarte. Demonstrasi pecah usai mantan Presiden Pedro Castillo diturunkan bulan lalu. Beberapa pengunjuk rasa ditahan di dekat perbatasan Bolivia.
Upaya Castillo membubarkan Kongres dengan ilegal sebelum pemungutan suara pemakzulannya memicu krisis politik baru di negara Amerika Selatan. Masa jabatannya sebagai presiden di produsen tembaga dunia itu tidak lebih dari dua tahun.
Dalam pernyataannya Senin (9/1/2023) Kementerian Dalam Negeri Peru mengatakan beberapa bulan terakhir sejumlah warga Bolivia masuk untuk melakukan aktivitas politik, melanggar undang-undang imigrasi dan merusak keamanan nasional.
Morales salah satu tokoh kiri di Amerika Latin dan secara terbuka mendukung Castillo, mengkritik pemecatannya dan penahanannya. Morales memimpin Bolivia selama 14 tahun sampai 2019 hingga dipaksa turun di bawah tekanan akibat sengketa pemilu dan unjuk rasa besar-besaran.
"Sekarang mereka menyerang untuk mengalihkan dan menghindari tanggung jawab dari melanggar hak asasi manusia terhadap saudara-saudara peru kami," kata Morales.
Ia menambahkan konflik politik tidak dapat diselesaikan dengan "pengusiran, larangan dan represi." Tidak lama setelah larangan Morales masuk diumumkan, Perdana Menteri Peru Alberto Otarola menyalahkan Morales atas kerusuhan di Peru.
"Kami memantau dengan seksama tidak hanya perilaku Bapak Morales, tapi juga yang bekerja untuknya di Peru selatan, mereka sudah sangat aktif mempromosikan situasi krisis," kata Otarola.
Pekan lalu menteri pertahanan Peru menuduh pihak asing mengobarkan unjuk rasa. Setelah Castillo diturunkan dan ditahan atas dakwaan pemberontakan. Ribuan pengunjuk rasa turun ke jalanan menurut Boluarte turun, Castillo dibebaskan, Kongres ditutup dan konstitusi yang baru.
Sementara Castillo masih menjalani penahanan pra-sidang sudah lebih dari 20 orang tewas dalam kerusuhan yang dimulai pekan lalu. Setelah sempat terhenti selama liburan.