REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan pada Kamis (12/1/2023), bahwa Korea Utara (Korut) bertanggung jawab untuk kembali melakukan dialog. Pembicaraan ini bertujuan membuat Pyongyang menghentikan program senjata nuklirnya.
"Program senjata nuklir melanggar hukum yang dikejar oleh Republik Rakyat Demokratik Korea adalah bahaya yang jelas dan nyata, mendorong risiko dan ketegangan geopolitik ke ketinggian baru," kata Guterres pada pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB tentang aturan hukum yang diketuai oleh Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi.
“Tanggung jawab ada pada DPRK untuk memenuhi kewajiban internasionalnya dan kembali ke meja perundingan,” kata Guterres menggunakan nama resmi Korut.
Korut telah dikenai sanksi PBB sejak 2006 atas program rudal nuklir dan balistiknya. Pembicaraan denuklirisasi enam pihak antara Korut, Korea Selatan (Korsel), China, Amerika Serikat (AS), Rusia dan Jepang telah terhenti pada 2009.
Pembicaraan antara pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump pada 2018 dan 2019 juga gagal. China dan Rusia sejak itu mendorong agar sanksi PBB dilonggarkan untuk tujuan kemanusiaan dan membujuk Korut untuk kembali berunding.
Misi Korut untuk PBB di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Guterres. Namun pada November, Menteri Luar Negeri Korut menuduh Guterres berpihak pada AS dan gagal mempertahankan ketidakberpihakan dan objektivitas.
Sedangkan China mengatakan tahun lalu, bahwa kunci untuk menyelesaikan masalah rudal balistik dan program nuklir Korut ada di tangan AS. Beijing mendesak Washington untuk menunjukkan niat yang lebih tulus dan fleksibel jika menginginkan terobosan dalam dialog.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun menolak mengomentari pernyataan Guterres pada Kamis. "Kita harus bekerja sama. Kita harus benar-benar meminta rekan Amerika kita untuk bergerak maju dengan langkah yang lebih konkret," ujarnya ketika ditanya cara Pyongyang dapat diyakinkan untuk kembali berunding tanpa merinci langkah yang bisa ditempuh.
Sedangkan Pyongyang dengan tegas ingin sanksi PBB dan Washington dicabut. AS sendiri telah mengatakan, keputusan ada di tangan Korut untuk keterlibatan dalam dialog mengenai program senjata nuklirnya. Korut telah menolak permohonan diplomasi AS sejak Presiden Joe Biden menggantikan Trump pada Januari 2021.