REPUBLIKA.CO.ID, LIMA -- Sudah 48 orang pengunjuk rasa yang menuntut Presiden Peru Dina Boluarte mundur meninggal dunia sejak protes pecah satu bulan yang lalu. Bentrokan terbaru dilaporkan terjadi di kota wisata Cusco.
Pada Kamis (12/1/2023) pejabat kesehatan di Cusco mengatakan 37 warga sipil dan enam petugas polisi terluka usai pengunjuk rasa mencoba mengambil alih bandara kota itu. Banyak turis asing yang tiba di sana untuk melihat destinasi wisata seperti Machu Picchu.
Blokade jalan dan unjuk rasa menentang pemerintahan Boluarte dan mendukung mantan presiden Pedro Castillo sudah menyebar ke 41 provinsi. Sebagian besar di Peru selatan.
Unjuk rasa dimulai pada awal Desember setelah Castillo, presiden Peru pertama dari sayap kiri diturunkan karena mencoba membubarkan Kongres dengan ilegal sebelum pemungutan suara pemakzulannya.
Sebagian besar protes penurunan Castillo terjadi di daerah pendesaan. Awalnya demonstran menuntut Boluarte mundur, pemilu dipercepat, dan Castillo yang ditahan atas dakwaan dibebaskan. Kini pengunjuk rasa juga menuntut keadilan bagi demonstran yang tewas oleh polisi.
Kekerasan dalam unjuk rasa terburuk terjadi pada Senin (9/1/2023) lalu ketika 17 orang tewas dalam bentrokan dengan polisi di Kota Juliaca dekat Danau Titicaca. Pengunjuk rasa kemudian menyerang dan membakar seorang polisi hingga tewas.
Sebelumnya Kantor Ombudsman mengatakan 39 orang tewas dalam bentrokan dengan polisi dan tujuh lagi tewas dalam kecelakaan lalu lintas terkait blokade jalan. Pada Rabu (11/1/2023) jumlah korban tewas bertambah 48 orang.
Pada Selasa (10/1/2023) pemerintah Peru memberlakukan jam malam di Puno dari pukul 20.00 sampai 04.00 waktu setempat.
Kantor Kejaksaan Nasional mengatakan mereka telah meminta informasi dari Kementerian Dewan Presiden dan kementerian pertahanan dan dalam negeri untuk menyelidiki Boluarte dan pejabat lain atas kematian pengunjuk rasa.