REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang mengatakan, negaranya dan ASEAN siap mempercepat negosiasi tentang kode tata perilaku atau Code of Conduct (CoC) di Laut Cina Selatan. Percepatan negosiasi CoC menjadi salah satu prioritas keketuaan ASEAN Indonesia.
“Baik Cina dan Indonesia akan bekerja dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk sepenuhnya menerapkan DoC (Declaration of Conduct), mempercepat konsultasi CoC, dan bersama-sama menjaga perdamaian serta stabilitas di Laut Cina Selatan,” kata Qin dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi seusai keduanya memimpin pertemuan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) ke-4 Indonesia-Cina di Gedung Pancasila, Jakarta, Rabu (22/2/2023).
Qin menekankan, Cina mendukung keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini. “Cina selalu menganggap ASEAN sebagai arah prioritas diplomasi tetangganya, dan mendukung penuh Indonesia dalam melaksanakan pekerjaan rotasi keketuaan ASEAN tahun ini untuk membangun pertumbuhan ASEAN,” ucapnya.
Dalam diskusinya dengan Retno, Qin pun sempat menyinggung tentang Perang Dingin baru akibat adanya persaingan atau rivalitas negara-negara besar. “Sebuah Perang Dingin Baru dari persaingan negara-negara besar tidak boleh terjadi di kawasan kita, Asia Pasifik,” ujarnya.
Menurut Qin, negara-negara di kawasan tidak boleh dipaksa untuk memilih salah satu pihak. “Kami percaya Indonesia dan ASEAN akan membuat penilaian serta pilihan independen berdasarkan akar stabilitas dan kemakmuran di kawasan,” katanya.
Salah satu isu kawasan yang dibahas di JCBC ke-4 Indonesia-Cina memang Laut Cina Selatan. Dalam pertemuan tersebut Retno Marsudi menyampaikan bahwa Indonesia ingin melihat Laut Cina Selatan yang damai dan stabil.
“Indonesia juga ingin melihat Laut Cina Selatan sebagai laut yang damai dan stabil. Penghormatan terhadap hukum internasional, terutama UNCLOS 1982, menjadi kunci,” kata Retno dalam konferensi pers bersama Qin Gang.
Retno mengungkapkan, setelah sempat tertunda karena pandemi Covid-19, negosiasi CoC akan kembali dilakukan dan diintensifkan secara in-person. "Indonesia dan ASEAN ingin menghasilkan CoC yang efektif, substantif, dan actionable," ujarnya.
CoC merupakan salah satu isu yang dibahas dalam ASEAN Foreign Ministers (AFM) Retreat yang digelar di Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta pada 4 Februari lalu. "Komitmen para negara anggota (ASEAN) untuk menyelesaikan negosiasi CoC sesegera mungkin, jelas," ujar Retno Marsudi seusai menghadiri AFM Retreat.
Dia menyebut ada kebutuhan untuk menyepakati CoC yang substantif, efektif, dan dapat diterapkan. “Indonesia siap menyelenggarakan lebih banyak putaran negosiasi CoC tahun ini. Yang pertama akan digelar pada Maret,” ujar Retno.
Untuk menangani perselisihan klaim di Laut Cina Selatan, ASEAN dan Cina menandatangani DoC di Kamboja pada November 2002. Deklarasi itu memuat komitmen Cina dan negara-negara ASEAN untuk mematuhi prinsip hukum internasional, menyelesaikan sengketa secara damai, dan menahan diri dari tindakan yang dapat meningkatkan eskalasi.
Kemudian pada 2011 China dan ASEAN kembali berhasil menyepakati Guideline for the Implementation of the DOC. Kesepakatan tersebut menandai dimulainya pembahasan awal mengenai pembentukan CoC atau kode etik di Laut Cina Selatan.
Fungsinya menghadirkan seperangkat mekanisme atau peraturan tata perilaku untuk negara-negara yang berkepentingan di Laut Cina Selatan. Dengan demikian, potensi pecahnya konflik akibat tumpang tindih klaim dapat diredam.
Cina mengeklaim sebagian besar Laut Cina Selatan sebagai teritorialnya. Klaim itu ditentang sejumlah negara ASEAN yang wilayahnya turut mencakup perairan tersebut, seperti Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia. Wilayah Laut Natuna Utara Indonesia juga bersinggungan langsung dengan klaim Cina di Laut Cina Selatan.