Jumat 24 Feb 2023 00:35 WIB

Shamima Begum Kalah Banding untuk Perjuangkan Kewarganegaraan Inggris

Pencabutan kewarganegaraan setelah Begum ditemukan di kamp penahanan ISIS di Suriah.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Pemerintah Inggris mencabut kewarganegaraan Shamima Begum dengan alasan keamanan nasional pada 2019. Pencabutan ini berlangsung setelah Begum ditemukan di kamp penahanan ISIS di Suriah.
Foto: BBC
Pemerintah Inggris mencabut kewarganegaraan Shamima Begum dengan alasan keamanan nasional pada 2019. Pencabutan ini berlangsung setelah Begum ditemukan di kamp penahanan ISIS di Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Shamima Begum kalah banding untuk mempertahankan kewarganegaraan Inggris. Namun pengacara Begum bertekad untuk terus memperjuangkan kliennya.

Pemerintah Inggris mencabut kewarganegaraan Shamima Begum dengan alasan keamanan nasional pada 2019. Pencabutan ini berlangsung setelah Begum ditemukan di kamp penahanan ISIS di Suriah.

Banding terakhir Begum untuk mempertahankan kewarganegaraannya pada Rabu (22/2/2023) ditolak oleh Komisi Banding Imigrasi Khusus. Komisi ini merupakan sebuah pengadilan spesialis yang mendengarkan banding terhadap keputusan untuk menghapus kewarganegaraan atas dasar keamanan nasional.

"Kami akan menantang keputusan tersebut," ujar pengacara Begum, Daniel Furner kepada wartawan.

Begum harus membawa kasus ini langsung ke Pengadilan Banding di London jika dia ingin menentang keputusan komisi banding. Sementara seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri Inggris menyambut baik keputusan komisi banding tersebut.

"Prioritas pemerintah tetap menjaga keselamatan dan keamanan Inggris dan kami akan membela dengan kuat setiap keputusan yang dibuat," ujar juru bicara itu.

Begum saat ini ditahan di kamp penahanan al-Roj di timur laut Suriah. Begum berpendapat bahwa Kementerian Dalam Negeri gagal menyelidiki apakah dia adalah korban perdagangan manusia.

Hakim Robert Jay menemukan adanya "kecurigaan yang dapat dipercaya" bahwa Begum diperdagangkan ke Suriah untuk tujuan "eksploitasi seksual". Dia juga mengatakan ada "kegagalan negara" sehubungan dengan perjalanan Begum dari London ke Suriah melalui Turki pada 2015. Tetapi hakim memutuskan, temuan bahwa Begum mungkin telah diperdagangkan tidak cukup untuk membuat bandingnya diterima.

Pengacara Begum berpendapat, Begum masuk ke Suriah difasilitasi oleh agen Kanada yang bekerja untuk ISIS. Namun

Pemerintah Inggris berpendapat bahwa bantuan perjalanan adalah tipikal bagi banyak orang yang pergi ke Suriah. Putusan pengadilan mengatakan agen tersebut tidak berperan dalam mendorong Begum untuk bepergian.

Tapi Jay mengatakan, keterlibatan agen itu adalah kesimpulan yang masuk akal. Menurut Jay, setiap orang yang membantu Begum dan teman-temannya melakukan perjalanan ke Suriah juga mendorong mereka untuk melakukan perjalanan itu.

Pengacara pemerintah berpendapat bahwa Begum telah bersekutu dengan kelompok militan dan tinggal di wilayah yang dikuasai ISIS selama empat tahun sampai runtuhnya kekhalifahan ISIS pada 2019. Jay mengatakan, orang yang berakal sehat tidak setuju dengan keputusan Kementerian Dalam Negeri. Keputusan itu menimbulkan pertanyaan sosial dan politik lebih luas, yang bukan untuk pengadilan.

Kasus Begum telah menjadi subyek perdebatan sengit di Inggris dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa orang berpendapat Begum bersedia bergabung dengan kelompok ISIS. Sementara beberapa orang lainnya menekankan bahwa Begum masih di bawah umur ketika pergi ke Suriah. Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa Begum harus diadili atas dugaan kejahatan di Inggris.  

Begum meninggalkan London pada 2015 ketika berusia 15 tahun. Dia melakukan perjalanan ke Suriah bersama dengan dua teman sekolahnya. Ketika di Suriah, Begum menikah dengan seorang pejuang ISIS dan melahirkan tiga anak. Ketiga anaknya meninggal saat masih bayi.

Begum kini berusia 23 tahun dan telah berada di kamp al-Roj sejak 2019. Kamp tersebut menampung ribuan wanita dan anak-anak asing. Direktur kelompok kampanye Reprieve, Maya Foa, mengatakan, kebijakan pencabutan kewarganegaraan Inggris tetap tidak berkelanjutan dan sangat tidak sejalan dengan mitra keamanan seperti Amerika Serikat (AS).

"Inggris adalah satu-satunya negara G20 yang mencabut kewarganegaraan secara massal dan sekutu terakhir kami menolak untuk memulangkan warga negaranya dari timur laut Suriah," ujar Foa.

Pemulangan wanita dan anak-anak asing yang berafiliasi dengan ISIS dari kamp-kamp di Suriah timur laut mencapai rekor tertinggi yaitu lebih dari 500 pada 2022. Inggris telah memulangkan 11 orang sejak 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement