REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan, pemulihan hubungan dengan Iran menegaskan komitmen kedua negara untuk menyelesaikan perbedaan melalui dialog. Kendati demikian, dia menekankan, kesepakatan rekonsiliasi tidak berarti menyudahi semua perbedaan antara kedua belah pihak.
“(Kesepakatan pemulihan hubungan) berfungsi sebagai bukti keinginan bersama kami untuk menyelesaikan (perbedaan) melalui komunikasi dan dialog, melalui cara damai dan instrumen diplomatik,” kata Pangeran Faisal dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Al-Sharq Al-Awsat, dilaporkan laman Al Arabiya, Senin (13/3/2023).
Dia mengungkapkan, Iran dan Saudi adalah negara tetangga yang memiliki banyak benang merah seperti agama, budaya, dan sejarah. Terkait pemulihan hubungan yang baru tercapai, Pangeran Faisal berharap dapat segera bertemu dengan menteri luar negeri Iran.
“Kami sedang mempersiapkan untuk melanjutkan hubungan diplomatik antara negara kami dalam dua bulan ke depan, dan wajar jika kami bertukar kunjungan di masa mendatang,” ucapnya.
“Kami di Kerajaan (Saudi) berharap membuka babak baru dengan Iran serta meningkatkan prospek kerja sama dengan cara yang berdampak positif pada penguatan keamanan dan stabilitas, serta kemajuan pembangunan dan kemakmuran, tidak hanya di kedua negara kami, tapi di wilayah secara keseluruhan,” ujar Pangeran Faisal menambahkan.
Meski telah menyepakati kesepakatan pemulihan hubungan, Pangeran Faisal menekankan, hal itu tidak serta merta menuntaskan semua perbedaan antara Saudi dan Iran. Terkait hal itu, dia menyinggung tentang program nuklir Iran. Menurut Pangeran Faisal, Saudi masih memiliki keprihatinan atas program nuklir negara tetangganya tersebut.
“Sehubungan dengan pengembangan kemampuan nuklir Iran yang berkelanjutan, ini tidak diragukan lagi menjadi perhatian kami, dan kami mengulangi seruan kami agar wilayah Teluk dan Timur Tengah bebas dari senjata pemusnah massal. Kami menyerukan Iran untuk berkomitmen pada kewajiban nuklirnya dan meningkatkan kerja samanya dengan Badan Energi Atom Internasional. Kami akan terus bekerja dengan sekutu dan rekan untuk memastikan hal ini,” kata Pangeran Faisal.
Sejak April 2021, Saudi dan Iran telah terlibat dalam pembicaraan rekonsiliasi. Kedua negara sudah menggelar beberapa putaran pembicaraan. Sebelum Cina, Irak mengambil peran sebagai mediator dalam proses tersebut. Pada September 2022 lalu, Kemenlu Iran mengatakan ada pendekatan baru oleh Saudi. Menurut mereka, sudah ada keyakinan untuk melakukan diskusi dan negosiasi guna memulihkan hubungan resmi kedua negara. Teheran menggambarkan langkah itu sebagai "perkembangan penting".
Pada Juli tahun lalu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Hossein Amir-Abdollahian mengungkapkan, Iran dan Saudi siap memindahkan pembicaraan rekonsiliasi ke tingkat yang lebih tinggi. “Kemajuan telah dicapai dalam negosiasi ini,” ucapnya pada 21 Juli lalu.
Menurut Amir-Abdollahian, Menlu Irak Fuad Hussein telah menyampaikan bahwa Saudi memindahkan pembicaraan ke tingkat politik dan publik. “Kami mengumumkan kesiapan kami untuk pembicaraan memasuki panggung politik,” ujar Amir-Abdollahian.
Dia berharap negosiasi negaranya dengan Riyadh akan mengarah pada pemulihan dan normalisasi hubungan diplomatik bilateral. Saudi memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran pada 2016. Langkah itu diambil setelah Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran digeruduk dan dibakar massa pengunjuk rasa. Penggerudukan itu terjadi saat warga Iran berdemonstrasi memprotes keputusan Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah bernama Nimr al-Nimr.