REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia pada Selasa (14/3/2023) mengatakan, kesepakatan kapal selam tenaga nuklir yang diusung Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia menimbulkan pertanyaan tentang proliferasi nuklir. Sebelumnya pada Senin (13/3/2023) para pemimpin ketiga negara mengumumkan rincian rencana kesepakatan pembuatan kapal selam bertenaga nuklir sebagai bagian dari pakta kemitraan AUKUS.
"Ada banyak pertanyaan di sini terkait masalah nonproliferasi. Di sini kami membutuhkan transparansi khusus dan kami perlu menjawab pertanyaan yang muncul," ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.
Peskov tidak menguraikan sifat keprihatinan Rusia. Sementara Cina sebelumnya berpendapat, memasok Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir merupakan tindakan proliferasi nuklir. Kesepakatan AUKUS akan memberikan kapal selam serang bertenaga nuklir kepada Australia dari awal 2030-an untuk melawan ambisi Cina di Indo-Pasifik.
Lima negara anggota Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) antara lain AS, Rusia, Cina, Inggris, dan Prancis yang memiliki kapal selam bertenaga nuklir. Semetara, Australia tidak masuk sebagai anggota NPT. Kapal selam bertenaga nuklir dapat bertahan di bawah air lebih lama dari yang konvensional dan lebih sulit untuk dideteksi.
Menurut laporan tahunan terbaru oleh International Institute for Strategic Studies, armada Pasifik Rusia sendiri memiliki 17 kapal selam termasuk tiga kapal selam rudal balistik yang merupakan bagian dari penangkal nuklir strategisnya. Presiden Rusia Vladimir Putin mengkritik AUKUS sejak didirikan pada 2021. Putin menuduh AUKUS memicu ketegangan regional dengan mencoba melawan Cina.