Senin 20 Mar 2023 20:03 WIB

Cina Desak AS Ambil Peran Konstruktif dalam Konflik Rusia-Ukraina

Kemenlu Cina membantah tuduhan AS yang menyebut Cina memasok persenjataan untuk Rusia

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
File foto Prajurit Ukraina menembak ke arah posisi Rusia di garis depan dekat Kherson, Ukraina selatan, 23 November 2022.
Foto: AP Photo/Bernat Armangue
File foto Prajurit Ukraina menembak ke arah posisi Rusia di garis depan dekat Kherson, Ukraina selatan, 23 November 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Pemerintah Cina mendesak Amerika Serikat (AS) memainkan peran konstruktif untuk mengakhiri konflik antara Rusia dan Ukraina. Beijing menilai, Washington masih terus mengipasi bara perang Moskow dengan Kiev.

“AS harus berhenti mengipasi api dan menuding serta mengakhiri pemaksaan terhadap negara lain. AS harus memainkan peran konstruktif dalam krisis Ukraina, bukan sebaliknya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin dalam pengarahan pers, Senin (20/3/2023), dikutip Anadolu Agency.

Baca Juga

Wang turut membantah tuduhan AS yang menyebut Cina memasok persenjataan untuk Rusia. “Bukan Cina yang menyuplai senjata ke medan perang konflik Rusia-Ukraina, tapi AS,” ujarnya.

Presiden Cina Xi Jinping telah memulai kunjungannya ke Moskow pada Senin. Dalam pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, selain hubungan bilateral, mereka pun bakal membahas sejumlah isu lain, termasuk soal konflik di Ukraina.

“Tentu saja, pasti akan diangkat selama pertukaran pandangan tentang Ukraina. Tentu saja, Ukraina akan ditampilkan dalam agenda," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov saat memberikan keterangan kepada media soal kunjungan Xi.

Menurut Peskov, dalam pertemuan tersebut, Putin akan menjelaskan secara terperinci tentang perkembangan terkait Ukraina. “Sehingga Presiden Xi dapat melihat langsung situasi saat ini dari pihak Rusia,” ujarnya.

AS telah menentang seruan Cina untuk memberlakukan gencatan senjata di Ukraina. Washington menilai, tindakan itu hanya akan mendukung dan mengkonsolidasikan penaklukan Rusia di negara tersebut.

“Kami tidak mendukung seruan untuk gencatan senjata sekarang,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby kepada awak media, Jumat (17/3/2023) pekan lalu.

Pernyataan Kirby tersebut muncul sebagai respons atas rencana kunjungan Xi Jinping ke Moskow. “Kami tentu saja tidak mendukung seruan gencatan senjata yang akan diminta Cina dalam pertemuan di Moskow yang hanya akan menguntungkan Rusia,” ujar Kirby.

Dia mengingatkan, jika gencatan senjata diterapkan saat ini, hal itu akan secara efektif meratifikasi penaklukan Rusia. “Rusia kemudian akan bebas menggunakan gencatan senjata hanya untuk memperkuat posisi mereka di Ukraina, untuk membangun kembali, mereparasi, dan menyegarkan pasukan mereka sehingga mereka dapat memulai kembali serangan di Ukraina pada waktu yang mereka pilih. Kami tidak percaya ini adalah langkah menuju perdamaian yang adil dan tahan lama,” ucapnya.

Menurut Kirby, Presiden AS Joe Biden berencana untuk melakukan percakapan via telepon dengan Xi Jinping. Namun pengaturan kontak belum dimulai. “Tidak ada jadwal pemanggilan. Sementara Presiden (Biden) telah menjelaskan keinginannya, dia menantikan kesempatan lain untuk berbicara dengan Presiden Xi, kami tidak secara aktif terlibat dalam logistik untuk menyiapkannya sekarang,” katanya.

Pada peringatan satu tahun perang Rusia-Ukraina pada 24 Februari lalu, Cina merilis dokumen bertajuk merilis dokumen bertajuk China’s Position on the Political Settlement of the Ukraine Crisis. Dokumen itu berisi 12 poin usulan Cina untuk menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina.

Ke-12 poin tersebut yakni, menghormati kedaulatan semua negara, meninggalkan mentalitas Perang Dingin, menghentikan permusuhan, melanjutkan pembicaraan damai, menyelesaikan krisis kemanusiaan, melindungi warga sipil dan tahanan perang, menjaga keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir, mengurangi risiko strategis seperti penggunaan senjata nuklir dan senjata kimia, memfasilitasi ekspor gandum, menghentikan sanksi sepihak, menjaga stabilitas industri dan rantai pasok, serta mempromosikan rekonstruksi pasca-konflik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement