Kamis 30 Mar 2023 06:21 WIB

Kritik Joe Biden, Ben-Gvir Sebut Israel Bukan Negara di Bawah Bendera Amerika Serikat

Joe Biden meminta pemerintah Israel membatalkan rencananya untuk reformasi peradilan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
 Itamar Ben Gvir, menteri keamanan nasional sayap kanan Israel pada Rabu (29/3/2023) mengkritisi pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menyerukan pembatalan reformasi peradilan. Ben-Gvir mengatakan, Israel bukan negara yang berdiri di bawah bendera AS.
Foto: EPA-EFE/ATEF SAFADI
Itamar Ben Gvir, menteri keamanan nasional sayap kanan Israel pada Rabu (29/3/2023) mengkritisi pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menyerukan pembatalan reformasi peradilan. Ben-Gvir mengatakan, Israel bukan negara yang berdiri di bawah bendera AS.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir, pada Rabu (29/3/2023) mengkritisi pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menyerukan pembatalan reformasi peradilan. Ben-Gvir mengatakan, Israel bukan negara yang berdiri di bawah bendera AS.

"Amerika Serikat perlu memahami bahwa Israel adalah negara merdeka dan bukan bintang lain di bendera AS," kata Ben-Gvir kepada Radio Angkatan Darat Israel.

Baca Juga

Sebelumnya pada Selasa (28/3/2023) Presiden AS Joe Biden mengatakan, dia tidak akan bertemu Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih dalam waktu dekat. Biden juga meminta pemerintah Israel membatalkan rencananya untuk reformasi peradilan, yang memicu protes massal di Israel dalam sepekan terakhir.

Pada Rabu pagi, Netanyahu membantah ada ketegangan dalam hubungan Israel dengan AS. Dia mengatakan aliansi kedua negara tak tergoyahkan. Netanyahu juga menyebut Biden sebagai teman selama 40 tahun. Netanyahu telah mengumumkan penghentian sementara rencana peninjuan yudisial.

Ben-Gvir pada Senin (27/3/2023) mengatakan, dia akan mengundurkan diri jika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghentikan rencana perubahan peradilan. Netanyahu mengadakan pembicaraan dengan anggota pemerintah koalisinya untuk membahas hambatan perombakan yudisial yang kontroversial.

Setelah musyawarah selama berjam-jam, Netanyahu meninggalkan kantornya pada Senin sore menuju ke Knesset atau parlemen Israel di Yerusalem Barat  Menurut surat kabar Maariv, Netanyahu mengatakan, dia akan mengumumkan penangguhan pemeriksaan yudisial karena perselisihan di antara anggota koalisi.

Sementara itu, Anadolu Agency pada Senin melaporkan, Ben-Gvir, yang merupakan ketua Partai Otzma Yehudit yang berhaluan kanan jauh, mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika perubahan yudisial dihentikan. Menteri Kehakiman Yariv Levin juga mengancam akan mengundurkan diri. Namun Levin menyerukan penundaan pemungutan suara atas rencana kontroversial tersebut guna memberikan ruang dialog dengan pihak oposisi.

Ketegangan meningkat di seluruh Israel pada Ahad (26/3/2023) setelah Netanyahu memecat Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Pemecatan ini berlangsung karena Gallant menyerukan untuk menghentikan rencana reformasi peradilan.

Menurut penyiar publik Israel KAN, Gallant mengatakan, dia akan tetap pada posisinya jika Netanyahu mencabut keputusan pemecatannya. Menurut Gallant reformasi sistem peradilan ini dapat menimbulkan bahaya bagi keamanan negara, sehubungan dengan protes yang meluas di kalangan sipil maupun militer.

Tokoh politik dan pemimpin bisnis sama-sama mengecam pemecatan Gallant. Mereka mengatakan, Netanyahu menimbulkan bahaya bagi Israel. Bahkan mereka mencap Netanyahu sebagai diktator.

Perombakan sistem peradilan telah menarik protes publik besar-besaran selama berbulan-bulan. Para pengunjuk rasa menyebut rencana itu sebagai perebutan kekuasaan oleh pemerintah.

Sementara Netanyahu mengklaim bahwa rencana perombakan peradilan akan meningkatkan demokrasi dan mengembalikan keseimbangan antara cabang legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement