REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU -- Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan pada Ahad (9/4/2023), populasi harimau di negara itu terus bertambah. Jumlah hewan tersebut lebih dari 3.000 sejak program konservasi dimulai 50 tahun yang lalu setelah kekhawatiran jumlah kucing besar tersebut semakin berkurang.
“India adalah negara di mana melindungi alam adalah bagian dari budaya kita. Inilah mengapa kami memiliki banyak pencapaian unik dalam konservasi satwa liar," kata Modi. suaka harimau utama India di kota selatan Mysuru
Modi juga meluncurkan Big Cats Alliance yang katanya akan fokus pada perlindungan dan konservasi tujuh spesies kucing besar. Spesies tersebut yaitu harimau, singa, macan tutul, macan tutul salju, puma, jaguar, dan cheetah.
Jumlah harimau India berkembang pesat menjadi 3.167 ekor di negara itu. Jumlah ini merupakan lebih dari 75 persen populasi harimau liar dunia.
Harimau telah menghilang di Bali dan Jawa dan harimau Cina kemungkinan besar punah di alam liar. Harimau Pulau Sunda, subspesies lainnya, hanya ditemukan di Sumatera. Proyek India untuk melindungi mereka dipuji sebagai keberhasilan oleh banyak orang.
“Project Tiger hampir tidak ada bandingannya di dunia karena skema skala dan besarnya ini belum begitu berhasil di tempat lain,” kata pejabat senior pemerintah India yang bertanggung jawab atas Project Tiger SP Yadav.
Program Project Tiger dimulai pada 1973 setelah sensus kucing besar menemukan bahwa harimau India dengan cepat punah. Mereka kehilangan habitat, perburuan yang tidak diatur, peningkatan perburuan, dan pembunuhan balasan oleh manusia.
Populasi harimau sekitar 1.800 pada saat itu, tetapi para ahli secara luas menganggap perkiraan itu terlalu tinggi. Metode penghitungan yang digunakan tidak tepat di India hingga 2006.
Ketetapan hukum akhirnya berusaha untuk mengatasi penurunan tersebut. Model konservasi berpusat pada penciptaan cagar alam yang dilindungi dengan ekosistem dapat berfungsi tanpa gangguan manusia.
Beberapa kelompok Pribumi mengatakan bahwa strategi konservasi, yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan hidup Amerika Serikat. Artinya program ini mencabut banyak komunitas adat yang telah hidup di hutan selama ribuan tahun.
Anggota dari beberapa kelompok Adat atau dikenal dengan Adivasi membentuk Nagarahole Adivasi Forest Rights Establishment Committee untuk memprotes penggusuran dari tanah leluhurnya. Mereka bersuara tentang cara hutan dikelola.
"Nagarahole adalah salah satu hutan pertama yang dibawa di bawah Project Tiger dan orang tua serta kakek nenek kami mungkin termasuk yang pertama dipaksa keluar dari hutan atas nama konservasi,” kata JA Shivu yang berasal dari suku Jenu.
“Kami telah kehilangan semua hak untuk mengunjungi tanah kami, kuil atau bahkan mengumpulkan madu dari hutan. Bagaimana kita bisa terus hidup seperti ini?” ujarnya.
Jenu yang berarti madu dalam bahasa Kannada India selatan adalah sumber mata pencaharian utama suku tersebut. Mereka mengumpulkannya dari sarang lebah di hutan untuk dijual.
Kurang dari 40 ribu orang Jenu Kuruba adalah salah satu dari 75 kelompok suku yang diklasifikasikan pemerintah India sebagai sangat rentan. Komunitas Adivasi seperti Jenu Kuruba termasuk yang termiskin di India.
Beberapa ahli mengatakan bahwa kebijakan konservasi yang berupaya melindungi hutan belantara yang masih asli dipengaruhi oleh prasangka buruk terhadap masyarakat setempat. Kementerian Urusan Suku India telah berulang kali mengatakan sedang mengerjakan hak-hak Adivasi.
Hanya sekitar satu persen dari lebih dari 100 juta Adivasis di India telah diberikan hak atas lahan hutan. Padahal undang-undang hak hutan pemerintah yang disahkan pada 2006 bertujuan untuk membatalkan ketidakadilan sejarah bagi masyarakat hutan.
Sharachchandra Lele dari Ashoka Trust for Research in Ecology and the Environment yang berbasis di Bengaluru mengatakan, model konservasi India sudah ketinggalan zaman. “Sudah ada beberapa contoh hutan yang dimanfaatkan secara aktif oleh masyarakat setempat dan jumlah harimau justru meningkat padahal masyarakat diuntungkan di wilayah tersebut,” ujarnya.