Kamis 13 Apr 2023 19:50 WIB

Russia, Cina, Iran Serukan Taliban Bentuk Pemerintahan Inklusif di Afghanistan

Taliban diminta mencabut semua kebijakan pembatasan yang membidik perempuan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Para siswi yang mengikuti kelas dasar duduk di ruang kelas pada awal tahun ajaran baru di Kabul, Afghanistan, Sabtu (25/3/2023). Tahun pendidikan baru Afghanistan dimulai, tetapi sekolah menengah atas tetap ditutup untuk anak perempuan untuk tahun kedua setelah Taliban kembali berkuasa pada tahun 2021.
Foto: EPA-EFE/SAMIULLAH POPAL
Para siswi yang mengikuti kelas dasar duduk di ruang kelas pada awal tahun ajaran baru di Kabul, Afghanistan, Sabtu (25/3/2023). Tahun pendidikan baru Afghanistan dimulai, tetapi sekolah menengah atas tetap ditutup untuk anak perempuan untuk tahun kedua setelah Taliban kembali berkuasa pada tahun 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, TASHKENT – Menteri luar negeri (menlu) Rusia, Cina, Iran, dan Pakistan menyerukan Taliban untuk membentuk pemerintahan inklusif di Afghanistan. Mereka pun mendesak Taliban mencabut semua kebijakan pembatasan yang membidik perempuan dan etnis minoritas di negara tersebut.

"Para menteri meminta pihak berwenang Afghanistan untuk membentuk pemerintahan inklusif yang melibatkan semua kelompok etnis dan institusi politik serta mencabut semua tindakan pembatasan terhadap perempuan dan minoritas nasional," kata menlu Rusia, Cina, Iran, dan Pakistan dalam sebuah pernyataan bersama, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS, Kamis (13/4/2023).

Keempat menlu merilis pernyataan bersama tersebut setelah menghadiri konferensi keempat negara-negara tetangga Afghanistan yang digelar di Samarkand, Uzbekistan, Rabu (12/4/2023). Menlu Tajikistan dan Turkmenistan turut berpartisipasi dalam konferensi itu.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rusia mengungkapkan, selain membahas tentang upaya penyelesaian politik di Afghanistan, konferensi di Samarkand juga mendiskusikan perihal menstabilkan situasi kemanusiaan di negara tersebut. “Mengingat situasi keamanan yang rumit dan meningkatnya aktivitas teroris dan produksi obat-obatan di Afghanistan, koordinasi upaya kontra-teroris dan anti-narkoba dari negara-negara di kawasan ini menjadi sangat penting,” ungkap Kemlu Rusia saat mengumumkan partisipasi Lavrov dalam konferensi negara tetangga Afghanistan, 7 April lalu.

Situasi perekonomian Afghanistan juga menjadi topik pembahasan. “Perhatian khusus akan diberikan pada integrasi ekonomi regional dan implementasi proyek transportasi serta energi dengan partisipasi Kabul sesuai dengan kesepakatan yang dicapai sebelumnya,” kata Kemlu Rusia.

Sejak Agustus 2021, Afghanistan berada di bawah kekuasaan Taliban. Kehidupan masyarakat di sana, terutama bagi kaum perempuan, kian memprihatinkan. Hal itu karena Taliban menerapkan pembatasan ketat bagi aktivitas kaum perempuan, termasuk di bidang pendidikan.

Pada Desember tahun lalu, Taliban memutuskan melarang kaum perempuan Afghanistan berkuliah. Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim mengatakan, larangan itu diperlukan guna mencegah percampuran gender di universitas. Dia meyakini beberapa mata kuliah yang diajarkan di kampus melanggar prinsip-prinsip Islam.

“Para perempuan belajar tentang pertanian dan teknik, tetapi ini tidak sesuai dengan budaya Afghanistan. Anak perempuan harus belajar, tetapi tidak di bidang yang bertentangan dengan Islam dan kehormatan Afghanistan," kata Nadim dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Afghanistan, 22 Desember 2022 lalu

Tak berselang lama setelah itu, Taliban memutuskan melarang perempuan Afghanistan bekerja di lembaga swadaya masyarakat atau organisasi non-pemerintah. Sebelumnya Taliban juga telah menerapkan larangan bagi perempuan untuk berkunjung ke taman, pasar malam, pusat kebugaran, dan pemandian umum. Taliban pun melarang perempuan bepergian sendiri tanpa didampingi saudara laki-lakinya. Ketika berada di ruang publik, perempuan Afghanistan diwajibkan mengenakan hijab.

Serangkaian kebijakan Taliban yang “menindas” kehidupan perempuan Afghanistan itu telah dikecam dunia internasional. Hingga saat ini belum ada satu pun negara yang mengakui kepemimpinan Taliban di Afghanistan. Salah satu alasannya adalah karena belum dipenuhinya hak-hak dasar kaum perempuan di sana.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement