Sabtu 15 Apr 2023 14:45 WIB

Cina Berjanji Tidak Akan Menjual Senjata Pada Pihak yang Berperang di Ukraina

Barat khawatir Beijing akan memberikan bantuan militer ke Rusia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Luar Negeri China Qin Gang enegaskan Cina tidak akan menjual senjata ke pihak-pihak berperang di Ukraina. Hal ini disampaikan dalam merespon kekhawatiran Barat mengenai kemungkinan Beijing memberikan bantuan militer ke Rusia.
Foto: EPA-EFE/MARK R. CRISTINO
Menteri Luar Negeri China Qin Gang enegaskan Cina tidak akan menjual senjata ke pihak-pihak berperang di Ukraina. Hal ini disampaikan dalam merespon kekhawatiran Barat mengenai kemungkinan Beijing memberikan bantuan militer ke Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang menegaskan Cina tidak akan menjual senjata ke pihak-pihak berperang di Ukraina. Hal ini disampaikan dalam merespon kekhawatiran Barat mengenai kemungkinan Beijing memberikan bantuan militer ke Rusia.

Cina mempertahankan posisi netral dalam konflik tersebut sambil memberikan dukungan ekonomi, politik dan retorik pada Rusia saat negara-negara Barat menjatuhkan sanksi dan berusaha mengisolasi Moskow usai menginvasi negara tetangganya.

Baca Juga

Qin Gang merupakan pejabat tertinggi pemerintahan Cina yang menyampaikan pernyataan eksplisit mengenai penjualan senjata ke Rusia. Ia menambahkan Cina juga akan mengatur ekspor perangkat dwi-fungsi yang dapat digunakan untuk tujuan sipil maupun militer.

"Mengenai ekspor perangkat militer, Cina mengadopsi sikap bertanggung jawab dan hati-hati, Cina tidak akan menyediakan senjata pada pihak relevan dalam konflik, dan mengontrol dan mengelola perangkat ekspor dwi-fungsi seusai dengan hukum dan regulasi," kata Qin dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock yang sedang berkunjung, Jumat (14/4/2023).

Kementerian Luar Negeri Cina juga menegaskan kesediaan Beijing untuk membantu menemukan resolusi damai konflik tersebut. Di konferensi pers yang sama Qin juga menyalahkan pemerintah Taiwan atas memanasnya ketegangan di kawasan setelah Beijing menggelar latihan militer skala besar untuk mengintimidasi pulau yang Cina klaim bagian dari wilayahnya.

Pada Februari lalu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan intelijen AS menduga Cina mempertimbangkan menyediakan senjata dan amunisi untuk Rusia. Ia memperingatkan keterlibatan Cina dalam perang Kremlin akan menjadi "masalah serius."

Pada Jumat kemarin Gedung Putih menyambut baik janji Qin, Cina tidak akan menyediakan senjata ke Rusia. Tapi mengekspresikan keraguan.

"Seperti yang sudah kami sampaikan, kami percaya bukan kepentingan terbaik Cina untuk bergerak ke arah sana, kami akan terus memantaunya dengan seksama," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih Adrienne Watson dalam pernyataannya.

Pemimpin-pemimpin Eropa telah menyampaikan peringatan serupa, termasuk dengan berkunjung ke Cina. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa menegaskan dukungan Beijing pada Rusia selama invasi "pelanggaran terang-terangan" komitmennya pada PBB.

Dalam pernyataannya Baerbock juga menyinggung peran Cina sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Ia mengatakan dengan peran itu Cina menanggung tanggung jawab khusus untuk membantu mengakhiri konflik.

"Tapi saya bertanya-tanya mengapa sejauh ini posisi Cina tidak termasuk meminta agresor, Rusia, untuk menghentikan perang, kami semua tahu Presiden (Vladimir) Putin memiliki kesempatan untuk melakukannya kapal pun, dan rakyat Ukraina tidak menginginkan apa pun selain akhirnya bisa dapat hidup dengan damai lagi," kata Baerbock.

Dalam kunjungannya ke Moskow pekan lalu Presiden Cina Xi Jinping menekankan bagaimana Beijing semakin menjadi rekan senior dalam hubungannya dengan Rusia sebagai mitra andalan di bidang ekonomi dan politik. Pada Jumat kemarin Cina juga mengumumkan Menteri Pertahanan Jenderal Li Shangfu akan berkunjung ke Rusia pekan depan untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu dan pejabat militer lainnya.

Mengenai Ukraina dan Taiwan, Qin kembali menegaskan kebijakan pertahanan Cina yang menolak kritik dari Barat terutama AS. Di bawah pemerintahan Xi, retorika Cina semakin tajam terutama dalam isu Taiwan yang memisahkan diri dari Cina Daratan dalam perang sipil 1949.

Ketegangan di sekitar pulau semakin memanas setelah Cina mengirimkan kapal dan pesawat perang ke dekat Taiwan pekan lalu. Sebagai langkah balasan atas pertemuan Presiden Tsai Ing-wen dengan ketua House of Representative AS Kevin McCarthy.

Qin mengatakan gerakan kemerdekaan Taiwan dan pendukungnya di luar negeri merupakan pemicu ketegangan di kawasan. Ia tidak mengungkapkan terang-terangan AS sebagai pendukung utama Taiwan.

Baerbock memperingatkan konflik di Selat Taiwan yang merupakan salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia akan menjadi bencana global. "Oleh karena itu, kami memandang ketegangan di Selat Taiwan dengan sangat prihatin, konflik harus diselesaikan dengan damai, bagi kami di Eropa perubahan status quo secara sepihak tidak dapat diterima," katanya.

Tampaknya Qin menolak keprihatinan Baerbock dengan menegaskan Taiwan merupakan 'urusan internal Cina'. "Kemerdekaan Taiwan dan perdamaian tidak bisa berdampingan," katanya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement