Kamis 20 Apr 2023 09:17 WIB

Komisioner HAM PBB Serukan Penghentian Pertempuran di Sudan

PBB mendesak militer dan paramiliter yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan.

Toko-toko rusak selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Toko-toko rusak selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk menyerukan penghentian permusuhan di Sudan, serta mendesak militer dan paramiliter yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan.

"Sudan telah menanggung begitu banyak rasa sakit dan penderitaan. Pertempuran lahir dari permainan kekuasaan dan kepentingan pribadi yang hanya mengabaikan aspirasi demokrasi penduduk," kata Volker Turk dalam sebuah pernyataan, Selasa (18/4/2023).

Baca Juga

Menurut dia, penduduk sipil di Sudan hanya mendambakan kehidupan yang damai, bukannya perselisihan.

Menekankan bahwa sebagian besar kekerasan telah terjadi di daerah padat penduduk di Ibu Kota Khartoum serta di daerah permukiman kota di seluruh negeri, dia mengatakan bahwa serangan udara dan tembakan artileri telah membahayakan warga sipil.

"Ribuan warga sipil terjebak di rumah mereka, berlindung dari pertempuran, tanpa listrik, tidak dapat keluar dan khawatir kehabisan makanan, air minum dan obat-obatan," kata Turk.

Lebih lanjut, Turk mengatakan bahwa kedua pihak yang bertempur harus mengingat kewajiban mereka di bawah hukum internasional guna memastikan perlindungan warga dan infrastruktur sipil.

Dia pun menyuarakan kekhawatirantentang laporan percobaan pemerkosaan dan menuntut penyelidikan yang cepat, menyeluruh, dan tidak memihak atas pembunuhan warga sipil--termasuk tiga pekerja Program Pangan Dunia--serta pelanggaran lain yang dilaporkan.

"Hanya beberapa minggu yang lalu, Sudan tampaknya berada di jalur yang benar menuju kesepakatan yang akan memulihkan pemerintahan sipil," kata dia.

"Akal sehat harus menang, dan semua pihak harus bertindak untuk meredakan ketegangan. Kepentingan bersama rakyat Sudan harus didahulukan," tutur Turk.

Upaya terkoordinasi oleh komunitas internasional dinilai perlu untuk menghentikan pertempuran di Sudan, menurut Direktur Layanan Informasi PBB Alessandra Vellucci.

Dia menggarisbawahi bahwa Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah melakukan aktivitas diplomatik yang sangat kuat dan intensif sejak konflik dimulai, ketika dia berbicara langsung kepada para pemimpin kedua belah pihak serta kepala Uni Afrika.

"Kami meminta kedua belah pihak untuk gencatan senjata dan kembali ke meja perundingan," kata Juru Bicara Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Seif Magango.

Pertempuran antara tentara nasional Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) meletus pada Sabtu (15/4/2023), di Khartoum dan sekitarnya.

Sejak itu, sedikitnya 185 orang telah tewas dan 1.800 terluka dalam bentrokan bersenjata antara rival militer, menurut PBB.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement