Senin 24 Apr 2023 14:18 WIB

Prancis, Ukraina, dan Negara-Negara Baltik Protes Pernyataan Dubes Cina

Dubes Cina mempertanyakan kedaulatan negara-negara bekas wilayah Uni Soviet

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Pemandangan Jembatan Krimea yang menghubungkan daratan Rusia dan semenanjung Krimea di atas Selat Kerch, di Kerch, Krimea, Sabtu, 8 Oktober 2022. Pihak berwenang Rusia mengatakan sebuah bom truk telah menyebabkan kebakaran dan runtuhnya bagian jembatan yang menghubungkan Krimea yang dianeksasi Rusia dengan Rusia. Jembatan itu adalah arteri pasokan utama bagi upaya perang Moskow yang goyah di Ukraina selatan.
Foto: AP/AP
Pemandangan Jembatan Krimea yang menghubungkan daratan Rusia dan semenanjung Krimea di atas Selat Kerch, di Kerch, Krimea, Sabtu, 8 Oktober 2022. Pihak berwenang Rusia mengatakan sebuah bom truk telah menyebabkan kebakaran dan runtuhnya bagian jembatan yang menghubungkan Krimea yang dianeksasi Rusia dengan Rusia. Jembatan itu adalah arteri pasokan utama bagi upaya perang Moskow yang goyah di Ukraina selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis, Ukraina dan negara-negara Baltik, seperti Estonia, Latvia, dan Lithuania mengungkapkan kekecewaaan pada pernyataan Duta Besar Cina di Prancis. Duta Besar Lu Shaye mempertanyakan kedaulatan negara-negara bekas wilayah Uni Soviet, termasuk Ukraina.

Dalam wawancara dengan stasiun televisi Prancis, Jumat (21/4/2023) lalu Shaye ditanya, menurutnya apakah Crimea bagian dari Ukraina atau tidak. Ia mengatakan secara historis Crimea bagian dari Rusia dan mantan Pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev menawarkan wilayah itu ke Ukraina.

"Negara-negara bekas Uni Soviet tidak memiliki status aktual di hukum internasional karena tidak ada kesepakatan internasional untuk mewujudkan status kedaulatan mereka," jawab Shaye.

Pada Ahad (23/4/2023), Prancis merespons pernyataan itu dengan menegaskan "solidaritas penuh" pada semua negara sekutu yang terdampak. Paris mengatakan negara-negara itu meraih kemerdekaan setelah "dijajah selama puluhan tahun."

"Terutama mengenai Ukraina, yang sudah diakui internasional termasuk perbatasan Crimea pada tahun 1991 oleh seluruh masyarakat internasional, termasuk Cina," kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis.

Juru bicara itu menambahkan, Cina harus mengklarifikasi apakah pernyataan itu mencerminkan posisinya atau tidak. Tiga negara Baltik dan Ukraina yang semuanya bekas bagian Uni Soviet juga menanggapi dengan cara serupa.

"Aneh mendengar versi absurd 'sejarah Crimea' dari perwakilan negara yang sangat teliti dengan sejarah seribu tahunnya," kata staf presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak di Twitter.

"Bila anda ingin menjadi pemain politik besar, jangan membeo propaganda orang luar Rusia," katanya menambahkan.

Kementerian Luar Negeri Cina belum menanggapi permintaan komentar.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement