REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Sebuah pengadilan di Teheran pada Rabu (26/4/2023) memutuskan, Amerika Serikat (AS) harus membayar ganti rugi senilai 312,9 juta dolar AS kepada keluarga korban serangan ISIS pada 2017. Serangan itu telah menewaskan sedikitnya 17 orang.
Dilaporkan Anadolu Agency, Rabu (26/4/2023) Urusan Internasional dan Departemen Hak Asasi Manusia Kehakiman Iran mengatakan, keputusan itu dibuat sebagai tanggapan atas pengaduan yang diajukan oleh keluarga dari tiga korban. Serangan kembar pada 7 Juni 2017, menargetkan gedung parlemen Iran di Teheran tengah dan makam mantan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khomeini di selatan Teheran.
Tim penyerang bersenjata yang terpisah menggunakan tembakan dan bahan peledak untuk menargetkan dua bangunan ikonik di ibu kota Iran. Serangan ini menyebabkan sedikitnya 17 orang tewas dan 50 lainnya luka-luka. Kelompok teroris ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan kembar, yang paling mematikan di Iran sejak revolusi 1979.
Pengadilan Iran menyatakan, sembilan pejabat dan institusi Amerika harus membayar kompensasi kepada keluarga para korban. Sesuai putusan, 9,95 juta dolar AS harus dibayar sebagai ganti rugi finansial. Sementara 104 juta dolar AS dan 199 juta dolar AS masing-masing untuk ganti rugi moral dan hukuman. Dengan demikian, total uang ganti rugi yang harus dibayar oleh Pemerintah AS sebesar 312,9 juta dolar AS.
Mereka yang disebutkan dalam putusan pengadilan Iran antara lain Pemerintah AS, mantan presiden Barack Obama dan George W. Bush, Komando Pusat AS (CENTCOM), mantan komandan CENTCOM Tommy Franks, Central Intelligence Agency (CIA), Lockheed Martin dan American Airlines Group.
Putusan itu menuding AS atas peran fundamental yang dimainkannya dalam mengorganisir dan membimbing kelompok teroris. Peran AS yaitu penerbitan berita di media Amerika, buku dan pidato pejabat Amerika, termasuk peran CIA dalam menciptakan kelompok teroris, termasuk ISIS.
Putusan tersebut diambil sebagai tanggapan atas beberapa perintah yang dikeluarkan oleh pengadilan AS yang menyalahkan Teheran atas serangan teroris dan penyitaan aset Iran. Putusan pengadilan muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Teheran dan Washington atas kebuntuan kesepakatan nuklir, serta hubungan Iran yang berkembang dengan Rusia dan Cina.