REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Konvoi pejabat Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang membawa bantuan kemanusiaan diserang di Negara Bagian Shan di Myanmar.
Meskipun belum jelas kapan dan siapa yang menyerang rombongan tersebut, perdana menteri pemerintah bayangan Myanmar NUG Mahn Win Khaing Than menyalahkan junta militer atas serangan yang terjadi.
"Serangan terhadap konvoi di Negara Bagian Shan yang dianggap dilakukan oleh PDF (Pasukan Pertahanan Rakyat anti junta) oleh militer Myanmar itu tidak masuk akal," cuit Than melalui Twitter, Senin (8/5/2023).
Shan, yang terbesar di antara 14 negara bagian di Myanmar, disebut dia dijaga ketat oleh militer dan pasukan Organisasi Revolusioner Etnis (ERO).
"Para diplomat berkunjung untuk menemui para pengungsi perang. Hanya mereka yang takut kebenaran terungkap yang harus disalahkan," kata Than lebih lanjut.
Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengecam serangan terhadap para pejabat ASEAN dan menyerukan pengakhiran kekerasan di negara yang dilanda perselisihan itu. Jokowi tidak menjelaskan detail mengenai insiden tersebut tetapi mengatakan bahwa para pejabat diserang ketika memberikan bantuan kemanusiaan.
Dia menegaskan bahwa insiden tersebut tidak akan menyurutkan tekad Indonesia dan ASEAN dalam menyerukan penghentian kekerasan di Myanmar.
"Yang ingin saya tegaskan bahwa hal ini tidak akan menyurutkan tekad ASEAN dan Indonesia untuk menyerukan kembali penghentian kekerasan. Stop using force. Stop violence (Hentikan pengerahan pasukan. Hentikan kekerasan. -red)," kata Jokowi ketika menyampaikan keterangan pers di salah satu lokasi KTT ke-42 ASEAN di Hotel Meruorah Komodo Labuan Bajo, Senin.
Presiden Jokowi menegaskan bahwa kekerasan harus dihentikan karena pada akhirnya rakyat yang menjadi korban dari situasi tersebut.
"Kondisi ini tidak akan membuat siapa pun menang. Saya mengajak marilah kita duduk bersama, ciptakan ruang dialog untuk mencari solusi bersama," ujar dia.
Tidak ada komentar dari junta Myanmar sampai laporan ini diterbitkan. Myanmar telah dihantui oleh lingkaran kekerasan dan krisis ekonomi sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih dan melancarkan serangan brutal untuk menumpas perbedaan pendapat pada 2021.
Segera setelah kudeta dilancarkan oleh militer Myanmar pada Februari 2021, ASEAN mengeluarkan usulan solusi perdamaian Konsensus Lima Poin (5PC) untuk membantu menyelesaikan krisis Myanmar.
Pengambilalihan kekuasaan oleh militer memicu protes massal di Myanmar. Pasukan junta membunuh lebih dari 1.500 orang dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, menurut kelompok pemantau lokal Assistance Association for Political Prisoners.
Walaupun protes baru-baru ini menurun, konsensus ASEAN meminta semua pihak di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha untuk menghentikan kekerasan di negara itu dan menahan diri sepenuhnya.
Di bawah 5PC, ASEAN juga memberikan bantuan kemanusiaan ke Myanmar melalui Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan dan Penanggulangan Bencana (AHA Centre), sementara utusan khususnya ditugaskan untuk melakukan kunjungan ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait.
ASEAN telah mengadakan beberapa pertemuan puncak dan pertemuan sejak kudeta militer terbaru di Myanmar, tetapi berhenti mengundang perwakilan junta.