Selasa 16 May 2023 00:35 WIB

Tingginya Partisipasi Pemilih Buat Hasil Putaran Pertama Pemilu Turki Tertunda

Bertambahnya suara dari luar negeri jadi faktor tertundanya pengumuman hasil Pemilu

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) dan istrinya Emine memberi isyarat kepada para pendukungnya di markas partai, di Ankara, Turki, Senin dini hari, (15/5/2023). Erdogan yang telah memerintah negaranya dengan cengkeraman yang semakin kokoh selama 20 tahun, adalah terkunci dalam perlombaan pemilihan yang ketat pada hari Minggu, dengan kemungkinan menang atau kalah melawan penantang utamanya saat suara terakhir dihitung.
Foto: AP Photo/Ali Unal
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) dan istrinya Emine memberi isyarat kepada para pendukungnya di markas partai, di Ankara, Turki, Senin dini hari, (15/5/2023). Erdogan yang telah memerintah negaranya dengan cengkeraman yang semakin kokoh selama 20 tahun, adalah terkunci dalam perlombaan pemilihan yang ketat pada hari Minggu, dengan kemungkinan menang atau kalah melawan penantang utamanya saat suara terakhir dihitung.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kantor berita Anadolu Agency melaporkan jutaan ekspatriat Turki di luar negeri telah memberikan hak suaranya dalam pemilihan presiden. Dikutip dari BBC, Senin (15/5/2023) angka partisipasi pemilih tertinggi di antara warga Turki di Jerman, Kanada dan Amerika Serikat (AS).

Dewan Tertinggi Pemilihan Umum Turki mengatakan bertambahnya suara dari luar negeri salah satu yang menunda diumumkannya hasil pemilihan putaran pertama. Lembaga itu mengatakan dukungan terhadap Tayyip Recep Erdogan tinggi di Afrika utara dan bagian barat Eropa.

Baca Juga

Sementara warga Turki di Amerika dan Oseania mendukung Kilicdaroglu. Menjelang pemilihan umum Erdogan masih mendapat dukungan luas tapi masalah-masalah domestik yang menumpuk dan ia menghadapi kandidat terkuat untuk pertama kalinya sejak berkuasa 20 tahun yang lalu.

Banyak warga Turki yang menyalahkannya atas inflasi yang kini menyentuh 44 persen. Pemerintahnya juga dianggap lambat dalam merespon gempa bumi yang menewaskan lebih dari 50 ribu orang pada bulan Februari lalu.

Erdogan masih memiliki pengaruh yang sangat kuat tapi Kilicdaroglu berjanji menyatukan Turki yang kini sangat terpolarisasi. Erdogan terus memperkuat cengkramannya sejak naik ke tampuk kekuasaan sebagai perdana menteri pada 2003 dan terpilih sebagai presiden pada tahun 2014.

Namun pada tahun 2017 ia memperluas kekuasaannya lebih jauh lagi dengan menghilangkan peran perdana menteri dan menjadi presiden pemerintahan presidensial dalam merespon kudeta gagal tahun 2016.

Pengaruhnya yang kuat sebagian besar karena banyak sekutunya yang menguasai media. Tapi kini oposisi berjanji untuk menghidupkan kembali demokrasi dan mengakhiri pemerintahan satu orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement