Selasa 16 May 2023 04:25 WIB

PBB Peringati Hari Nakba untuk Pertama Kalinya, Kenapa Baru Sekarang?

Hari Nakba diperingati setiap 15 Mei.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina menghadiri rapat umum yang memperingati hari Nakba di kota Ramallah, Tepi Barat, 15 Mei 2023. Warga Palestina memperingati 75 tahun Hari Nakba (Hari Malapetaka), diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Mei untuk mengenang pemindahan mereka setelah Deklarasi Kemerdekaan Israel 1948 .
Foto: EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Warga Palestina menghadiri rapat umum yang memperingati hari Nakba di kota Ramallah, Tepi Barat, 15 Mei 2023. Warga Palestina memperingati 75 tahun Hari Nakba (Hari Malapetaka), diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Mei untuk mengenang pemindahan mereka setelah Deklarasi Kemerdekaan Israel 1948 .

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Untuk pertama kalinya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi memperingati Hari Nakba. Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyebut peringatan Hari Nakba di PBB sangat bersejarah dan penting karena Majelis Umum memainkan peran kunci dalam pembagian Palestina.

“Ini mengakui tanggung jawab PBB karena tidak mampu menyelesaikan malapetaka ini bagi rakyat Palestina selama 75 tahun,” kata Mansour kepada sekelompok wartawan PBB baru-baru ini.

Baca Juga

Mansour mengatakan, malapetaka bagi rakyat Palestina masih berlangsung. Hingga kini, Palestina masih belum memiliki negara merdeka, dan tidak memiliki hak untuk kembali ke rumah mereka seperti yang diminta dalam resolusi Majelis Umum yang diadopsi pada Desember 1948.  

Majelis Umum, yang beranggotakan 57 negara pada 1947, menyetujui resolusi yang membagi Palestina dengan suara 33-13 dan 10 abstain. Sisi Yahudi menerima rencana pemisahan PBB setelah mandat Inggris berakhir pada 1948, dan Israel mendeklarasikan kemerdekaannya. Orang-orang Arab menolak rencana tersebut dan negara-negara Arab melancarkan perang melawan negara Yahudi.

Nakba merupakan kata dalam bahasa Arab yang berarti malapetaka. Peristiwa Nakba terjadi pada 1948, ketika sekitar 700.000 warga Palestina melarikan diri atau dipaksa meninggalkan rumah mereka karena dijajah oleh pasukan Zionis.

Diperkirakan lebih dari 5 juta pengungsi Palestina berada di seluruh Timur Tengah. Hal ini tetap menjadi isu utama yang diperdebatkan dalam konflik Arab-Israel.  Israel menolak tuntutan pengembalian massal pengungsi Palestina ke rumah mereka yang telah lama hilang. Israel mengatakan, langkah itu akan mengancam karakter Yahudi.

Mendekati peringatan 75 tahun peristiwa Nakba, Majelis Umum yang kini beranggotakan 193 negara pada 30 November 2022 menyetujui sebuah resolusi melalui voting dengan suara 90-30 dengan 47 abstain. Resolusi itu meminta Komite PBB untuk Pelaksanaan Hak-Hak yang Tidak Dapat Dicabut dari Rakyat Palestina mengorganisir rapat tingkat tinggi pada 15 Mei untuk memperingati Hari Nakba.

Amerika Serikat termasuk di antara negara-negara yang menentang resolusi tersebut. Misi AS di PBB mengatakan tidak ada diplomat Amerika yang akan menghadiri peringatan acara Hari Nakba di PBB.

Mansour menjelaskan mengapa peringatan Hari Nakba di PBB memakan waktu begitu lama. Dia mengatakan kepada The Associated Press bahwa Palestina telah bergerak dengan hati-hati di PBB sejak Majelis Umum menaikkan status mereka dari pengamat non-anggota menjadi negara pengamat non-anggota pada 2012. Pengakuan PBB terhadap Palestina sebagai negara memungkinkan Palestina membawa kasus melawan pendudukan Israel ke Pengadilan Kriminal Internasional dan Pengadilan Internasional, yang merupakan pengadilan tertinggi PBB. Kemudian pada 2019, Palestina mendapatkan kesempatan untuk memimpin Kelompok 77 (G77) di Dewan Keamanan PBB yang merupakan koalisi 134 negara berkembang dan Cina.

Mansour mengatakan, dalam peringatan 70 tahun peristiwa Nakba lima tahun lalu, kata Nakba digunakan dalam resolusi Majelis Umum untuk pertama kalinya. Presiden Palestina Mahmoud Abbas kemudian memberikan instruksi untuk mendapatkan mandat dari PBB untuk memperingati 75 tahun peristiwa Nakba.

Mansour mengatakan, pengungsi Palestina diusir secara paksa dari rumah mereka dan dipindahkan secara paksa oleh Israel pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 1948.

Dalam pidatonya di Dewan Keamanan PBB pada 25 April, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Malki mengatakan, sudah waktunya untuk mengakhiri Nakba. Dia menekankan bahwa Palestina telah menderita dari krisis pengungsi yang paling berlarut-larut di dunia dalam sejarah modern.

Malki sangat kritis terhadap PBB dan komunitas internasional, karena mengadopsi resolusi yang menuntut dan menyerukan tindakan, tetapi tidak melakukan apa pun untuk mengimplementasikannya. "Jika komunitas internasional membuat pendudukan Israel mahal, saya dapat meyakinkan Anda bahwa itu akan berakhir," ujar Malki.

Malki memperbarui seruannya kepada negara-negara yang belum mengakui negara Palestina untuk segera mengakuinya sebagai sarana untuk menyelamatkan solusi dua negara yang hampir mati. Dia juga mendesak negara-negara untuk mendukung permintaan Palestina untuk keanggotaan penuh di PBB, yang akan menunjukkan dukungan internasional untuk solusi dua negara agar Israel dan Palestina hidup berdampingan dalam damai.

Untuk merugikan Israel secara ekonomi, Malki mendesak negara-negara untuk melarang pembelian produk dari permukiman Israel. Langkah ini bertujuan untuk memberikan sanksi kepada mereka yang mengumpulkan dana untuk pemukiman dan mereka yang mengadvokasi para pemukim. Malki juga menyerukan untuk mendaftarkan organisasi pemukim yang melakukan pembunuhan dan pembakaran sebagai organisasi teroris.

Malki mendesak komunitas internasional untuk membawa Israel ke Mahkamah Internasional. Pada Desember, Majelis Umum meminta pengadilan internasional memberikan pendapatnya tentang konsekuensi hukum pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Langkah ini menuai kecaman oleh Israel.

Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mengutuk acara peringatan Hari Nakba di PBB. Erdan menyebutnya sebagai upaya terang-terangan untuk mendistorsi sejarah. Dia mengatakan, mereka yang hadir akan memaafkan antisemitisme dan memberikan lampu hijau kepada warga Palestina, untuk terus mengeksploitasi organ internasional dalam mempromosikan narasi fitnah.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement