REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Organisasi kemanusiaan nonpemerintah yang memberi bantuan kepada korban terdampak Topan Mocha di wilayah Rakhine, Myanmar mengungkapkan korban tewas akibat badai ini sebagian besar adalah kelompok etnis Muslim Rohingya.
Sebuah media mengatakan pada hari Selasa (16/5/2023), Topan Mocha yang menghantam wilayah Rakhine pada Ahad lalu, memberi dampak kerusakan yang cukup parah, terutama ke banyak daerah yang tidak dapat diakses.
Negara Bagian Rakhine yang dilanda perselisihan di Myanmar menanggung beban terberat badai yang berkekuatan angin dengan kecepatan hingga 210 km/jam (130 mph) dan menerbangkan atap-atap rumah. Badai ini juga mbawa serta gelombang tinggi yang membanjiri ibukota negara bagian Sittwe.
Organisasi bantuan nonpemerintah Partners Relief mengatakan di Twitter bahwa ada banyak korban tewas dan luka-luka, mengutip sumber-sumbernya di lapangan. Mereka mengunggah sebuah video yang menunjukkan kerusakan dampak badai tersebut.
Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen jumlah korban. Media pemerintah Myanmar pada Senin melaporkan setidaknya tiga orang tewas.
"Kami meningkatkan upaya tanggap darurat kami untuk menyediakan pasokan bantuan penting seperti beras dan terpal kepada masyarakat Rohingya yang terkena dampak Topan Mocha semampu kami," kata Partners dalam sebuah unggahan di Twitter.
Wilayah barat Myanmar merupakan rumah bagi ratusan ribu etnis Rohingya, sebuah kelompok minoritas yang teraniaya dan tidak diakui oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya. Lebih dari satu juta orang tinggal di kamp-kamp yang luas di negara tetangga, Bangladesh, setelah melarikan diri dari penumpasan militer dalam beberapa tahun terakhir.
Portal berita Myanmar Now mengatakan bahwa 22 orang Rohingya meninggal dunia, mengutip para penduduk. Media pemerintah Myanmar pada Selasa (16/5/2023) tidak menyebutkan jumlah korban, namun mengatakan bahwa pemimpin junta Min Aung Hlaing telah mengunjungi Sittwe untuk menilai kerusakan, menyumbangkan dana dan memberikan instruksi mengenai respon bencana.
Sebelum badai menghantam pada hari Ahad, sekitar 400 ribu orang dievakuasi di Myanmar dan Bangladesh. Kantor kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan sekitar 6 juta orang di wilayah tersebut sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan sebelum badai terjadi. Salah satu penyebab di antaranya 1,2 juta orang yang mengungsi akibat konflik etnis.
Seorang penduduk di daerah tersebut, yang menolak untuk disebutkan namanya karena khawatir akan keselamatan mereka, mengatakan kepada Reuters bahwa lebih dari 100 orang Rohingya terbunuh, berdasarkan penilaian dari beberapa desa yang ia kunjungi setelah kejadian topan itu.
"Ada begitu banyak orang yang hilang akibat badai tersebut. Kami belum menerima bantuan apa pun sejauh ini," ujarnya.
Dua penduduk lain yang dihubungi oleh Reuters juga mengatakan bahwa sejumlah besar orang yang tinggal dikawasan yang dihantam badai telah tewas. Demikian pula seorang sumber diplomatik yang diberi penjelasan mengenai situasi tersebut, namun tidak memberikan rinciannya.
Badai ini merupakan salah satu yang terburuk sejak Topan Nargis melanda sebagian wilayah selatan Myanmar dan menewaskan hampir 140.000 orang pada tahun 2008.