REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Mantan Perdana Menteri Inggris Liz Truss meminta negara-negara demokratis di seluruh dunia untuk mendukung Taiwan, yang sedang menghadapi tekanan Cina, saat dia bertemu dengan pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen pada Jumat (19/5/2023).
"Apa yang telah dicapai di sini, di Taiwan, harus dilindungi. Komunitas internasional dan negara-negara bebas demokratis internasional harus mendukung upaya-upaya Anda," kata Truss, yang sedang melakukan kunjungan lima hari ke Taiwan, kepada Tsai di kantor kepresidenan di Taipei seperti dilansir kantor berita Kyodo.
Tsai berterima kasih kepada Truss atas dukungannya. Menurut Tsai, bertindak dalam solidaritas bersama negara-negara demokratis di seluruh dunia dapat meningkatkan kekuatan mereka.
"(Dukungan) ini dapat memperdalam dan memperluas jangkauan nilai-nilai kebebasan dan demokrasi kami," kata Tsai, menambahkan bahwa Taiwan akan bahu-membahu dengan Inggris ketika kedua pihak berupaya memberikan kontribusi yang lebih besar untuk kemakmuran di seluruh dunia.
Di bidang ekonomi, Truss menyatakan keinginannya untuk melihat perkembangan NATO, di mana negara-negara dengan pemikiran serupa dapat bekerja sama "untuk menolak paksaan rezim otoriter."
Inggris secara tegas mendukung perdamaian dan stabilitas perlu dipertahankan di Selat Taiwan, kata Truss. Taiwan adalah produsen utama semikonduktor canggih dan raksasa industri chip. Cina menganggap pulau demokratis yang memiliki pemerintahan sendiri itu sebagai bagian dari wilayahnya. Beijing telah mengindikasikan upaya penyatuan kembali Taiwan dengan daratan Cina meski dengan kekerasan.
Tsai mengatakan Taiwan dan Inggris telah mendapat keuntungan dari kerja sama di berbagai sektor dalam beberapa tahun terakhir. Dia berharap dapat bekerja sama lebih lanjut dalam ketahanan rantai pasokan dan keamanan dunia maya, serta di bidang sains dan teknologi yang sedang berkembang.
Sementara itu, Cina mengkritik kunjungan Truss ke Taiwan sebagai upaya untuk menarik perhatian demi kepentingan politiknya sendiri. Truss, perdana menteri dengan masa jabatan tersingkat dalam sejarah Inggris, mengundurkan diri pada tahun lalu karena krisis politik yang disebabkan oleh rencana ekonominya setelah menjabat sekitar 40 hari.