Rabu 24 May 2023 08:57 WIB

Jamaah Haji Harus Waspada, Wilayah Timur Tengah Hadapi Risiko Panas Ekstrem

Arab Saudi mungkin menghadapi situasi yang mengerikan dalam skenario kenaikan suhu.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Suhu panas. Ilustrasi. Negara-negara di seluruh wilayah Teluk dan Timur Tengah sangat rentan terhadap panas ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Foto: pixabay
Suhu panas. Ilustrasi. Negara-negara di seluruh wilayah Teluk dan Timur Tengah sangat rentan terhadap panas ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Negara-negara di seluruh wilayah Teluk dan Timur Tengah sangat rentan terhadap panas ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Populasi yang lebih miskin menjadi sangat berisiko dalam beberapa dekade ke depan.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Sustainability melihat cara negara-negara terpapar panas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suhu tahunan rata-rata mencapai 29 derajat Celsius atau lebih tinggi.

Baca Juga

Studi tersebut mengevaluasi paparan dalam dua skenario pada 2070, yaitu jika suhu global naik 1,5 derajat Celsius atau 2,7 derajat Celsius. Dalam skenario populasi global 9,5 miliar orang dan suhu global naik 2,7 derajat Celsius pada saat itu, Qatar akan membuat seluruh penduduknya terkena panas ekstrem, diikuti oleh Uni Emirat Arab (UEA), dan Bahrain dengan hampir seluruh populasinya terpapar, studi tersebut menemukan.

Kuwait dan Oman akan memiliki lebih dari 80 persen populasi mereka terpapar, diikuti oleh Arab Saudi dengan lebih dari 60 persen, dan Yaman dengan sekitar setengahnya. Saudi dan UEA mungkin menghadapi situasi yang mengerikan dalam skenario kenaikan suhu mana pun karena mayoritas populasi mereka diproyeksikan akan terpapar panas ekstrem bahkan jika suhu global naik 1,5 derajat Celsius.

Salah satu penulis utama studi yang rilis pada awal pekan ini Tim Lenton mengatakan, Timur Tengah adalah wilayah yang sudah panas dan  diperkirakan akan menghadapi panas ekstrem yang meluas di masa depan. “Ini akan menimbulkan tantangan kelayakhunian untuk mengatasi panas ekstrem secara fisiologis, memproduksi makanan, mencari sumber air, dan bekerja di luar."

Tantangan-tantangan tersebut, menurut profesor perubahan iklim di  University of Exeter, sudah ada sebelumnya. Dengan kondisi itu seharusnya strategi adaptasi setidaknya sebagian sudah ada.

Meskipun bernasib relatif lebih baik, negara-negara lain di Timur Tengah juga tidak sepenuhnya aman. Diperkirakan, negara lainnya akan mengalami beberapa tingkat panas rata-rata yang tinggi.

Contoh saja Iran yang lebih dingin dalam peta keterpaparan. Namun, negara ini masih diperkirakan memiliki hampir empat juta orang yang rentan terpapar panas ekstrem.

Pekan lalu, Organisasi Meteorologi Dunia mengatakan, lima tahun ke depan akan menjadi periode terpanas yang pernah tercatat.  Untuk pertama kali suhu global sekarang kemungkinan besar akan melebihi 1,5 derajat Celsius dari pemanasan hingga 2027.

Lenton menyatakan, seberapa kaya suatu negara dapat berperan dalam seberapa rentannya negara itu. Populasi yang lebih miskin akan menghadapi risiko yang lebih besar.

Orang tua dan kelompok sangat muda, serta perempuan hamil dan orang yang sakit menjadi sangat rentan. “Jadi, negara-negara miskinlah yang cenderung memunculkan risiko terbesar. Namun, orang kaya tidak dapat sepenuhnya mengisolasi diri mereka dari dampak panas ekstrem, bahkan jika mereka memiliki (dan) kendaraan ber-AC," kata Lenton.

Profesor pembangunan berkelanjutan di Hamad Bin Khalifa University Qatar Muammer Koc setuju dengan temuan penelitian Lenton. Dia mengatakan, seperti banyak tempat lain di seluruh dunia, Timur Tengah juga dapat mengalami peningkatan suhu, panas, kelembapan, dan laut yang akan memperburuk kondisi kehidupan.

Kondisi yang memburuk itu membuat daerah tertentu, termasuk bagian Timur Tengah, tidak dapat ditinggali selama beberapa bulan dalam setahun. “Dampak seperti itu diperkirakan akan menyebabkan bencana lebih lanjut, kerusakan dan risiko pada infrastruktur, seperti jalan raya, rel kereta api, jaringan pasokan air dan listrik serta peningkatan beban dan akses terbatas pada fasilitas kesehatan,” kata Koc.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement