Selasa 06 Jun 2023 10:15 WIB

Rusia Pertimbangkan Semua Proposal Perdamaian, Termasuk Inisiatif dari Indonesia

Indonesia mengajukan inisiatif perdamaian Rusia-Ukraina pada awal Juni lalu.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Dalam foto selebaran yang diambil dari video yang dirilis oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia pada Kamis, 25 Mei 2023, seorang tentara Rusia menembakkan sistem rudal anti-tank Fagot ke posisi Ukraina di lokasi yang dirahasiakan.
Foto: Russian Defense Ministry Press Service photo
Dalam foto selebaran yang diambil dari video yang dirilis oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia pada Kamis, 25 Mei 2023, seorang tentara Rusia menembakkan sistem rudal anti-tank Fagot ke posisi Ukraina di lokasi yang dirahasiakan.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrey Rudenko mengakui Rusia mempertimbangkan semua proposal perdamaian yang masuk mengenai penyelesaian situasi di Ukraina, tidak terkecuali inisiatif terbaru yang ditawarkan oleh Indonesia. Dan ia menambahkan Moskow juga menyambut baik upaya-upaya penyelesaian dari semua negara.

Inisiatif terbaru datang dari Indonesia, meskipun diakui Moskow belum menerima rinciannya. Sama seperti rencana Cina, Indonesia menyerukan gencatan senjata segera, yang menyebabkan rencana tersebut ditolak mentah-mentah oleh Kiev. "Ukraina hanya bersedia membahas inisiatif-inisiatif yang dipelopori oleh Presiden Vladimir Zelensky," kata Rudenko.

Baca Juga

Sementara itu, Rusia menganggap hal ini konyol dan bersikeras bahwa aksesi empat wilayah baru ke Rusia tidak perlu didiskusikan. Berikut adalah poin-poin penting dari beberapa usulan berbagai negara mengenai rencana perdamaian untuk Rusia-Ukraina.

Rencana yang diusulkan oleh Indonesia pada awal Juni lalu mirip dengan prinsip-prinsip penyelesaian di Semenanjung Korea setelah perang antara Korea Utara dan Korea Selatan pada tahun 1950-an. Dimana gencatan senjata segera dijalankan oleh kedua belah pihak, penarikan pasukan Ukraina dan Rusia sejauh 15 km dari posisi mereka saat ini, dan pembentukan zona demiliterisasi (DMZ).

Selain itu, inisiatif ini juga berarti menempatkan pasukan penjaga perdamaian PBB di DMZ, serta mengadakan referendum yang diawasi oleh PBB, untuk mengkonfirmasi secara obyektif kehendak mayoritas. Sementara itu, rencana tersebut tidak merinci wilayah mana yang dimaksud.

Indonesia menyatakan kesiapannya untuk mengambil bagian dalam semua proses dan mengirimkan militernya sebagai bagian dari misi penjaga perdamaian. Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto pada Senin (5/5/2023), yakin bahwa keefektifan langkah-langkah tersebut telah dibuktikan oleh pengalaman Korea.

12 poin dari Proposal Cina

Pada Februari, Cina menerbitkan 12 poin rencana perdamaiannya sendiri. Beijing menyerukan de-eskalasi, gencatan senjata dan penghentian permusuhan, serta perundingan damai. Cina menggarisbawahi bahwa masalah keamanan semua pihak harus dipertimbangkan. Sementara itu, Cina juga menegaskan beberapa negara tidak boleh mencoba untuk memastikan perdamaian regional dengan memperluas kelompok blok militer mereka.

Rencana perdamaian Cina menyediakan penyelesaian krisis kemanusiaan, pertukaran tawanan, dan memastikan ekspor makanan melalui koridor biji-bijian tetap bisa dijalankan. Cina juga menyerukan untuk mencegah pengembangan dan penggunaan senjata biologi dan kimia, untuk mencegah proliferasi senjata nuklir dan untuk menghindari krisis nuklir.

Menurut Beijing, sudah waktunya untuk berhenti menjatuhkan sanksi sepihak yang tidak disetujui oleh Dewan Keamanan PBB, dan untuk melawan upaya-upaya mempersenjatai ekonomi global. Cina juga siap untuk membantu pembangunan kembali zona konflik di Ukraina pasca perang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement