Ahad 18 Jun 2023 12:09 WIB

Menlu Rusia: Barat Jatuhkan 15 Ribu Sanksi pada Rusia

Rusia mengkritik negara Barat yang memperlakukan negara lain sebagai inferior

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Menlu Rusia Sergey Lavrov. Rusia sebut Barat menjatuhkan lebih dari 15 ribu sanksi pada Rusia
Foto: AP
Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Menlu Rusia Sergey Lavrov. Rusia sebut Barat menjatuhkan lebih dari 15 ribu sanksi pada Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan pada Sabtu (17/6/2023), bahwa negara-negara Barat menjatuhkan lebih dari 15 ribu sanksi terhadap Rusia. Dia menjelaskan, tindakan pembatasan juga digunakan terhadap negara lain.

"Ada statistik yang menurutnya setiap empat negara di dunia berada di bawah sanksi," kata Lavrov berbicara dalam sebuah wawancara dengan Russian Knowledge di Saint Petersburg.

Baca Juga

Lavrov mengkritik negara-negara Barat karena memperlakukan negara lain sebagai inferior. Dia mengatakan, mitra kolektif Barat tidak mengizinkan kesetaraan apa pun.

Menurut diplomat senior, konflik Ukraina serius dan mungkin menentukan. Namun konflik ini hanyalah bagian dari proses pembentukan dunia multipolar.

Menurut  Lavrov, Barat menggunakan situasi di Ukraina. Dia menyebut tindakan Barat merupakan perang melawan Federasi Rusia untuk mengalahkan pesaing.

"Mereka melihat kami dan pesaing Cina, ini jelas ditentukan oleh doktrin. Namun Anglo-Saxon juga menghapus benua Eropa sebagai pesaing. Ini jelas bagi semua orang," katanya merujuk pada sejarah penyerangan benua Eropa.

Barat dinilai melakukan tekanan pada semua negara, termasuk sekutu dekat Rusia, untuk mengutuk Moskow dan bergabung dengan sanksi. Lavrov mengatakan, ini adalah manifestasi dari sikap non-demokratis.

Lavrov menegaskan, bahwa Barat memahami demokrasi sebagai kebutuhan untuk mengajari orang lain cara hidup. Mereka tidak melihat bahwa mendorong negara lain untuk bertindak dengan cara tertentu merupakan manifestasi dari pendekatan non-demokratis.

Selain itu, Lavrov pun mengecam munculnya blok militer di Asia, seperti AUKUS. Dia menyatakan, melalui format seperti itu aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sedangn membentangkan tentakelnya ke wilayah tersebut.

“Semua orang melihat bagaimana organisasi (NATO) benar-benar diperkenalkan ke Asia dan menciptakan struktur blok militer di sana, merongrong proses pembangunan regional yang alami dan memperkuat arsitektur regional yang dibuat oleh negara-negara Asia Tenggara sendiri,” kata Lavrov dikutip dari Anadolu Agency.

Rusia bersama dengan negara-negara lain yang tertarik pada kemitraan yang adil menanggapi tekanan tersebut dengan membangun rute transportasi baru. Rute ini tidak dikendalikan oleh Barat, serta mekanisme keuangan dan lainnya.

“Tidak ada keraguan bahwa rantai keuangan yang sudah muncul akan secara andal memastikan hubungan perdagangan yang independen, hubungan ekonomi, investasi, dan keuangan yang setara antara negara-negara yang bersedia untuk secara jujur mengembangkan hubungan satu sama lain,” ujar Lavrov.

Lavrov mengharapkan BRICS diperluas melalui negara-negara Islam. Secara terpisah, berbicara kepada saluran RT TV Rusia, dia mengharapkan, Arab dan negara-negara peradaban Islam untuk bergabung dengan kelompok yang merupakan kepanjangan dari anggota saat ini Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.

"Arab Saudi, Irak, Aljazair. Semuanya, sampai batas tertentu, adalah pemimpin dunia Arab dan Islam. Ini tidak diragukan lagi akan memperkaya BRICS," kata menteri luar negeri itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement