REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kementerian Pertahanan Korea Selatan (Korsel) menyatakan, sebuah penilaian dampak lingkungan dari sistem pertahanan antirudal Amerika Serikat (AS) menemukan radiasi elektromagnetik tidak signifikan terhadap standar keselamatan. Penilaian ini membuka jalan untuk penyebaran permanennya.
Sistem Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) yang dipasang di Korsel pada 2017 menghasilkan tingkat maksimum radiasi elektromagnetik di bawah 0,2 persen dari standar keselamatan. Hasil yang diumumkan ini penanggapi Cina dan beberapa penduduk yang mengeluhkan penempatannya di pangkalan udara tenggara Seongju.
"Penilaian dampak lingkungan terbaru adalah langkah awal normalisasi pangkalan Seongju," kata Kementerian Pertahanan Korsel dalam sebuah pernyataan.
Hasil studi diharapkan dapat membuka jalan bagi pembangunan infrastruktur tambahan untuk sistem tersebut. Para pejabat mengatakan, THAAD tidak dapat dioperasikan dengan kapasitas penuh di tengah protes dari penduduk terdekat yang menyuarakan keprihatinan atas dampak sistem terhadap kesehatan mereka.
Koalisi kelompok yang menentang pemasangan THAAD Desa Sosungri dan Jaringan Masyarakat Sipil Nasional mengecam pengumuman pemerintah tersebut. Kelompok itu mengatakan, peninjauan dilakukan dengan tergesa-gesa dan mengisyaratkan akan terus memprotes.
Cina juga marah terhadap pemasangan tersebut. Beijing berpendapat bahwa sistem radar yang kuat dapat mengintip ke wilayah udaranya.
AS dan Korsel mengatakan, keberadaan THAAD adalah untuk pertahanan diri. Alat itu dimaksudkan untuk melawan ancaman Korea Utara (Korut) yang berkembang.
Korut yang bersenjata nuklir telah menguji berbagai senjata, termasuk rudal balistik antarbenua terbesarnya. Kondisi ini meningkatkan ketegangan dengan Korsel dan sekutu utamanya, AS.