Sabtu 24 Jun 2023 20:50 WIB

AS Sanksi Petugas Intelijen Rusia atas Campur Tangan Pemilu

Tahun lalu Departemen Kehakiman AS mendakwa agen Rusia Alexander Ionov.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Intelijen, ilustrasi. Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi terhadap dua perwira intelijen Rusia pada Jumat (23/6/2023).
Intelijen, ilustrasi. Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi terhadap dua perwira intelijen Rusia pada Jumat (23/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi terhadap dua perwira intelijen Rusia pada Jumat (23/6/2023). Keputusan ini berhubungan dengan dua perwira yang baru-baru ini didakwa oleh Departemen Kehakiman atas keterlibatan Istana Kremlin mempengaruhi pemilihan lokal di AS.

Perwira Rusia tersebut adalah Yegor Popov yang merupakan penangan utama Alexander Ionov. Ionov merupakan agen Rusia yang didakwa tahun lalu oleh Departemen Kehakiman dengan merekrut kelompok politik di AS untuk memajukan propaganda pro-Rusia, termasuk tentang invasi ke Ukraina.

Baca Juga

Otoritas AS mengatakan Ionov merekrut kelompok politik di Florida, Georgia, dan California. Dia mengarahkan mereka untuk menyebarkan pokok pembicaraan pro-Rusia. 

Penggerak operasi entitas yang disebut Gerakan Anti-Globalisasi Rusia ini membayar anggota kelompoknya untuk menghadiri konferensi yang didanai pemerintah di Rusia. Mereka juga melakukan upaya media sosial AS untuk menekan dukungan daring untuk invasi.

Popov juga berkomunikasi dengan warga negara Rusia Natalia Burlinova.  Burlinova pada bulan April dituduh berkonspirasi dengan intelijen Rusia untuk merekrut akademisi dan peneliti AS menghadiri program yang memajukan kepentingan Rusia.

Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan juga memberikan sanksi kepada Alexei Sukhodolov yang mengawasi Popov. Sukhodolov juga bekerja dengan Ionov untuk melakukan operasi pengaruh jahat asing di seluruh dunia, termasuk di AS, Ukraina, Spanyol, Inggris, dan Irlandia,

Departemen Keuangan mengatakan, upaya Rusia untuk mempengaruhi pemilihan termasuk menggunakan organisasi depan, mencari akses ke pejabat asing, dan merekrut orang di seluruh dunia. Mereka itu diposisikan untuk memperkuat upaya disinformasi Rusia untuk memajukan tujuannya dalam mendestabilisasi masyarakat demokratis.

"Untuk menjaga demokrasi kita, serta membantu melindungi sekutu dan mitra kita, AS akan terus bertindak untuk menghalangi dan mengganggu operasi pengaruh jahat Kremlin," ujar Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.

Wakil Menteri Keuangan untuk Keuangan Terorisme dan Intelijen  Brian Nelson  mengatakan, Rusia terus menargetkan pilar utama demokrasi di seluruh dunia, yaitu pemilihan umum yang bebas dan adil. “AS tidak akan mentolerir ancaman terhadap demokrasi kita, dan tindakan hari ini dibangun di atas seluruh pendekatan pemerintah untuk melindungi sistem pemerintahan perwakilan kita, termasuk lembaga demokrasi dan proses pemilu kita,” katanya.

Ancaman negara asing yang ingin ikut campur dalam pemilu AS tetap menjadi perhatian utama. Sejak pemilu 2016 dan deteksi peretas Rusia yang memindai sistem pendaftaran pemilih negara bagian, pejabat pemilu di tingkat federal, negara bagian, dan lokal telah bekerja untuk menopang pertahanan. Kongres telah menyediakan dana untuk membantu meningkatkan keamanan di kantor pemilu negara bagian dan lokal.

Hingga saat ini belum ada bukti bahwa data sistem pemungutan suara dimanipulasi atau diubah. Namun peretas Iran pada 2020 memperoleh data rahasia pemilih dan menggunakannya untuk mengirim surel menyesatkan yang berupaya menyebarkan informasi yang salah dan memengaruhi pemilu.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement