REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM – Penyelidikan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) atas perang narkoba semasa Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang menyebabkan kematian ribuan orang tak terbendung. Ini terjadi setelah hakim banding mendukung penyelidikan ICC.
Dalam keputusannya Selasa (18/7/2023), para hakim banding menolak upaya Filipina mengeblok penyelidikan atas sejumlah kematian akibat perang pemberantasan narkoba yang digerakkan Presiden Duterte. Perwakilan Filipina menyatakan akan mengabaikan putusan itu.
‘’Banding Filipina ditolak mayoritas dewan hakim,’’ ujar Hakim Marc Perrin de Brichambaut dalam ringkasan putusan yang dibacakan, Selasa. Putusan ini menegaskan upaya penyelidikan yang akan dilakukan jaksa ICC.
Mayoritas hakim, jelas dia, menolak empat poin banding yang diajukan Filipina. Termasuk hal yang menekankan bahwa ICC tak memiliki yurisdiksi di Filipina dan mereka telah melakukan penyelidikannya sendiri. Namun Filipina juga keberatan dengan putusan itu.
Polisi Filipina menyatakan, lebih dari 6.200 tersangka dibunuh dalam perang narkoba yang dilakukan Duterte pada 2016. Mereka menolak tudingan kelompok pembela HAM telah melakukan eksekusi sistematis dan menutupi kasus tersebut.
‘’Duterte selalu menegaskan sebagai negara merdeka dan berdaulat, hanya pengadilan Filipina yang bisa mengadili kejahatan apapun yang terjadi di wilayah Filipina,’’ kata mantan juru bicara Duterte, Harry Roque, dalam sebuah pernyataan.
Menurut dia, mantan presiden Duterte akan menghadapi semua tuduhan terhadap dirinya tetapi di depan pengadilan dan para hakim Filipina. Polemik ini muncul ketika pada September 2021, ICC menyetujui penyelidikan resmi.