Ini terkait kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di masa kepemimpinan Duterte. Namun penyelidikan pada November 2021 ditunda atas permintaan Filipina dengan alasan mereka melakukan penyelidikan sendiri atas kasus yang sama.
Namun pada awal 2023, ICC menyatakan tak puas dengan penyelidikan Filipina serta jaksa dianggap kurang mampu melakukan tugasnya dengan baik. Manila kemudian banding bahwa keputusan ICC itu merupakan upaya penyelidikan lebih jauh.
Human Rights Watch (HRW) mengapresiasi putusan hukum banding ICC.’’Hakim banding ICC menandai langkah berikutnya lahirnya keadilan bagi korban pembunuhan perang narkoba dan keluarganya,’’ kata Wakil Direktur HRW Asia, Bryony Lau.
Lau menambahkan, pemerintahan Filipina saat ini di bawah Presiden Ferdinand Marcos Jr mesti menegaskan komitmennya pada penegakan HAM dengan bekerja sama dengan ICC melakukan penyelidikan.
Putusan hakim banding ICC yang dilihat secara daring membuat keluarga korban perang narkoban Duterte terharu. Seorang pengacara yang mewakili mereka, Kristina Conti menegaskan,’’Kami bahagia juga takut atas tantangan yang bakal mengadang di depan.’’
Filipina di masa kepemimpinan Presiden Duterte mundur dari ICC pada Maret 2019. Namun hakim banding menguatkan bahwa para jaksa masih memiliki yurisdiksi karena kejahatan tersebut terjadi ketika Filipina masih menjadi anggota ICC.