Rabu 19 Jul 2023 11:57 WIB

Mandela, Dari Pahlawan Menjadi Kambing Hitam

Afrika Selatan merayakan ulang tahun Mandela pada 18 Juli.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Nelson Mandela.
Foto:

Di banyak tempat nama Mandela tidak diasosiasikan dengan kegagalan-kegagalan ini, tapi kemenangan atas ketidakadilan. Terdapat patung, jalanan atau alun-alun mulai dari Washington sampai Havana hingga Beijing sampai Nanterre, Prancis, yang menampilkan sosok atau menggunakan namanya.

Pekan ini pemerintah Afrika Selatan berencana membuka monumen baru di kampung halamannya Qunu, Provinsi Cape Timur. Saat mendengar berita itu peneliti dan calon sutradara Onesimo Cengimbo hanya memutar bola matanya.

"Mungkin orang-orang tua masih percaya, tapi kami tidak, sebenarnya menjadi sedikit mengganggu ketika pemilihan umum, mereka tidak melakukan apa pun yang baru, mereka hanya memamerkan wajah Mandela lagi," katanya.

Selama masa pergolakan transisi apartheid, anak-anak masyarakat kulit berwarna diberitahu orang tua mereka Mandela salah satu dari banyak pemimpin yang berjuang untuk kemerdekaan. Namun setelah ia keluar dari penjara tahun 1990, lalu keliling dunia dan memimpin Afrika Selatan menuju demokrasi, ia menjadi satu-satunya pahlawan.

Di taman bermain, anak-anak bermain lompat tali sambil bernyanyi, "Ada pria dengan rambut abu-abu dari jauh, namanya Nelson Mandela." Bagi yang pernah melihatnya, akan memberikan kesan mendalam.

Di ruang pegawai, di rubanah Sheraton Pretoria Hotel, Selinah Popo mencari-cara foto-foto tamu penting. Akhirnya ia menemukan foto hitam putih Mandela pada tahun 2004.

"Rasa ia seperti emas," kata Popo. Sudah hampir 20 tahun yang lalu, katanya, ia salah satu staf hotel yang menyambut Mandela di lobi hotel itu. Kenangan itu tertanam sangat mendalam, Popa bernyanyi dan menari.

Popo yang berusia 45 tahun mengalami masa kejayaan Mandela. Ia bekerja keras di industri perhotelan saat hotel-hotel internasional kembali ke Afrika Selatan. Ia belajar jarak jauh, membantu saudara-saudaranya untuk sekolah dan akhirnya bisa membeli rumah di lingkungan yang dulu hanya dihuni orang-orang kulit putih.

Saat ini ia kesulitan membayar kebutuhan sehari-hari dan pemadaman bergilir menjatuhkan optimismenya. Tapi ia tidak menyalahkan Mandela.

"Mereka yang datang setelahnya harusnya yang memperbaikinya," kata Popo.

Desire Vawda melihat sekelompok turis dari Korea Selatan berswafoto di depan monumen Mandela di Johannesburg. Laki-laki berusia 17 tahun itu mengatakan ia menghabiskan waktu setelah berunjuk rasa atas beasiswa yang tidak dibayar dan biaya sekolah menutup kampusnya.

Vawda bagian dari generasi yang hanya mengenal Mandela sebagai tokoh sejarah di buku sekolah dan film. Baginya perjuangan Mandela melawan apartheid sangat mengagumkan. Tapi kesenjangan ekonomi antara masyarakat kulit hitam dan putih akan menjadi faktor pertimbangannya saat memberikan hak suara untuk pertama kalinya tahun depan.

 

"Ia tidak melakukan revolusi melawan orang kulit putih, saya akan melakukan balas dendam," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement