Rabu 19 Jul 2023 11:29 WIB

Korut Tembakkan Dua Rudal Jarak Pendek saat Kapal Selam Nuklir AS Tiba di Perairan Korea

Sejak awal tahun 2022, Korea Utara telah melakukan uji coba sekitar 100 rudal.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Foto yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) resmi menunjukkan uji tembak rudal balistik antarbenua (ICBM) berbahan bakar padat Hwasong-18 baru di lokasi yang dirahasiakan di Korea Utara, (13/7/2023).
Foto: EPA-EFE/KCNA
Foto yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) resmi menunjukkan uji tembak rudal balistik antarbenua (ICBM) berbahan bakar padat Hwasong-18 baru di lokasi yang dirahasiakan di Korea Utara, (13/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) kembali menembakkan dua rudal balistik jarak pendek ke laut timurnya pada Rabu (19/7/2023) pagi. Alasan mengapa peluncuran rudal itu dilakukan, Korut menilai tampaknya AS mulai membangkang dengan pernyataannya sendiri.

Pembangkangan itu ketika Amerika Serikat justru mengerahkan kapal selam bersenjata nuklir ke perairan Korea Selatan (Korsel) untuk pertama kalinya, dalam beberapa dekade. Peluncuran tersebut terjadi ketika Komando Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dipimpin AS berusaha mengamankan pembebasan seorang tentara AS.

Baca Juga

Tentara AS ini diketahui telah yang melarikan diri ke Korut, di sebuah desa perbatasan pada Selasa (17/7/2023) dari sisi Korsel. Prajurit Dua bernama, Travis King, yang berusia awal 20-an, baru saja dibebaskan dari penjara Korea Selatan di mana dia ditahan atas tuduhan penyerangan.

Alih-alih ia naik pesawat untuk dibawa kembali ke Fort Bliss, Texas, Travis malah pergi dan bergabung dengan sebuah tur ke desa perbatasan Korea di Panmunjom. "Disana lah tempat dia ia berlari melintasi perbatasan," kata para pejabat AS.

Kepala Staf Gabungan Korea Selatan mengatakan bahwa pada pukul 3:30 hingga 3:46 pagi, Korea Utara menembakkan dua rudal balistik jarak pendek dari sebuah daerah dekat ibu kota Pyongyang yang terbang sekitar 550 kilometer (341 mil) sebelum mendarat di perairan sebelah timur Semenanjung Korea.

Rincian penerbangan rudal tersebut serupa dengan penilaian militer Jepang, yang mengatakan bahwa rudal tersebut mendarat di luar zona ekonomi eksklusif Jepang. Namun tidak ada laporan langsung tentang kerusakan dari kapal atau pesawat di daerah yang terkena dampak sasaran jatuhnya rudal tersebut.

Jarak penerbangan rudal Korea Utara itu kira-kira sama dengan jarak antara Pyongyang dan kota pelabuhan Busan, Korea Selatan. Yaitu jarak di mana tempat kapal selam USS Kentucky tiba pada Selasa sore dalam kunjungan pertama kapal selam bersenjata nuklir AS ke Korea Selatan sejak tahun 1980-an.

Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada mengatakan kepada wartawan bahwa rudal Korea Utara itu meluncur pada lintasan rendah. Di mana ketinggian maksimum rudal itu mencapai sekitar 50 kilometer (31 mil), dan kemungkinan menunjukkan manuver tidak teratur dalam penerbangan.

Jepang sebelumnya telah menggunakan bahasa yang sama untuk menggambarkan karakteristik penerbangan senjata Korea Utara yang dibuat pemodelannya. Upaya ini dilakukan Jepang, setelah rudal Iskander milik Rusia, juga berpeluang diluncurkan, sehingga dapat diantisipasi dengan menghindar melalui pertahanannya.

Kepala Staf Gabungan Korea Selatan mengutuk peluncuran rudal Korea Utara sebagai provokasi besar yang mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan itu. Ia juga mengatakan bahwa militer Korea Selatan dan Amerika Serikat memantau dengan seksama aktivitas senjata Korea Utara.

Peluncuran pada hari Rabu (19/7/2023), menandai aktivitas balistik pertama Korea Utara sejak 12 Juli lalu, ketika uji coba rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat, menunjukkan potensi jarak tempuh yang dapat menjangkau jauh ke daratan AS. Peluncuran itu diawasi oleh pemimpin otoriter Korut, Kim Jong Un.

Kim Jong Un, telah bersumpah untuk lebih meningkatkan kemampuan tempur nuklir negaranya dalam menghadapi perluasan aktivitas militer AS-Korea Selatan. Di mana menurut Kim AS-Korsel, telah memperburuk lingkungan keamanan di Semenanjung Korea.

Ketegangan telah meningkat di wilayah ini dalam beberapa bulan terakhir karena laju uji coba senjata Korea Utara dan latihan militer gabungan AS-Korea Selatan telah meningkat dalam siklus balas-membalas.

Sejak awal tahun 2022, Korea Utara telah melakukan uji coba sekitar 100 rudal sembari mencoba menunjukkan kemampuan ganda untuk melakukan serangan nuklir terhadap Korea Selatan dan benua Amerika Serikat.

Sebagai tanggapan, sekutu-sekutu AS telah meningkatkan pelatihan militer bersama dan sepakat untuk meningkatkan pengerahan aset strategis AS seperti pesawat pengebom jarak jauh, kapal induk, dan kapal selam ke wilayah tersebut.

Kunjungan berkala kapal selam berkemampuan rudal balistik nuklir AS ke Korea Selatan merupakan salah satu dari beberapa kesepakatan yang dicapai oleh kedua pemimpin. Presiden AS Joe Biden dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada bulan April lalu, sepakat mengirim armada untuk latihan tempur.

Hal ini sebagai tanggapan atas ancaman nuklir Korea Utara yang terus meluas. Mereka juga sepakat untuk memperluas latihan militer gabungan, memperkuat perencanaan bersama untuk kontinjensi nuklir dan membentuk Kelompok Konsultatif Nuklir bilateral, yang mengadakan pertemuan perdananya di Seoul pada hari Selasa.

Langkah-langkah tersebut dimaksudkan untuk meredakan kekhawatiran Korea Selatan tentang meningkatnya persenjataan nuklir Korea Utara. Sekaligus menekan suara-suara di Korea Selatan yang menyerukan agar negara itu mengejar program senjata nuklirnya sendiri.

Pasukan AS di Korea Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kedatangan kapal selam Kentucky di Busan mencerminkan komitmen 'keras' Amerika Serikat. Yakni untuk 'penangkalan yang diperluas', mengacu pada jaminan untuk membela sekutunya dengan kemampuan militer penuh, termasuk kemampuan nuklir.

Kapal selam kelas Ohio dapat dilengkapi dengan sekitar 20 rudal balistik Trident II dengan jangkauan 12.000 kilometer (7.456 mil), demikian menurut militer Korea Selatan. "Dari kapal selam ini, AS dapat melancarkan serangan (ke Korea Utara) dari mana saja di dunia," kata Moon Keun-sik, seorang ahli kapal selam yang mengajar di Universitas Kyonggi, Korea Selatan.

"Namun, kemungkinan akan ada reaksi keras dari Korea Utara dan Cina karena ini seperti kekuatan senjata nuklir paling rahasia dan mengancam di dunia yang dikerahkan di depan pintu rumah mereka," ujarnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement