Kamis 20 Jul 2023 20:17 WIB

Thailand Tunda Pemilihan PM, tak Ada Kesempatan Kedua bagi Pita

Pita Limjaroenrat menghadapi perlawanan keras dari kekuatan konservatif.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Parlemen Thailand kembali menunda pemilihan Perdana Menteri hingga pekan depan dan memastikan Pita Limjaroenrat tak dapat ikut serta dalam pemilihan tersebut
Foto: EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT
Parlemen Thailand kembali menunda pemilihan Perdana Menteri hingga pekan depan dan memastikan Pita Limjaroenrat tak dapat ikut serta dalam pemilihan tersebut

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Parlemen Thailand kembali menunda pemilihan Perdana Menteri hingga pekan depan. Walaupun pemilihan PM kembali ditunda, dapat dipastikan tokoh pendukung LGBTQ+ yang pemimpin pemenang pemilu Move Forward, Pita Limjaroenrat, tidak dapat ikut serta di pemilihan tersebut.

Wakil Ketua Parlemen Thailand Pichet Chuamuangphan mengatakan hal ini karena pencalonan Pita telah ditangguhkan. Langkah politik telah menolak keanggotaan Pita di parlemen. Penangguhan status keanggotaan politisi muda ini telah menjadi perdebatan maraton mengenai kelayakannya pada Rabu (19/7/2023).

Baca Juga

Para pendukung Pita di Bangkok lantas memprotes dengan turun ke jalanan yang memicu krisis politik pasca-pemilu yang berkepanjangan. Terlebih lagi, Pita sebagai representasi kelompok reformis telah mengalahkan saingan terberat yang didukung junta militer.

"Seorang kandidat hanya dapat dicalonkan satu kali dalam setiap sesi parlemen," ujar Wakil Ketua DPR Pichet Chuamuangphan kepada Reuters pada hari Kamis.

Pita, 42 tahun, yang berpendidikan di Amerika Serikat, menghadapi perlawanan keras dari kekuatan konservatif dan pendukung status quo kerajaan Thailand, yang berbenturan dengan kebijakan anti-kemapanan partai. Pada Rabu (19/7/2023), parlemen memilih untuk memblokir upaya kedua kalinya Pita untuk menjadi perdana menteri.

Termasuk keputusan Mahkamah Konstitusi Thailand yang akan membekukan keanggotaannya di parlemen. Hal ini karena pihak berwenang sedang menyelidiki sebuah kasus yang menimpa Pita atas tuduhan dia melanggar undang-undang pemilu karena memegang saham di sebuah perusahaan media.

Pita telah menyangkal melakukan pelanggaran aturan pemilu. Namun, penyelidikan terus berlanjut, dan tindakan legislatif dan yudisial terhadapnya ini telah memicu kemarahan para pendukungnya.

"Jika kita mengadakan pemilihan umum dan hanya ini yang kita dapatkan, mengapa Anda tidak memilihnya sendiri," kata seorang pemrotes pada hari Rabu malam yang disambut tepuk tangan dari kerumunan massa yang berkumpul di pusat kota Bangkok dengan mengenakan pakaian hitam.

Sebuah tagar di Twitter dari protes tersebut digunakan setidaknya 2 juta kali. Namun atas respons situasi politik tersebut, indeks saham utama Thailand (.SETI) telah naik sekitar 2,6 persen sejak 14 Juli, sehari setelah Pita pertama kali ditolak oleh parlemen, sementara baht telah menguat 1,7 persen terhadap dollar.

Investor asing membeli 15,8 miliar baht (465,53 juta dolar AS) saham dan obligasi Thailand selama 14-19 Juli. Pekan depan, secara luas diperkirakan bahwa taipan real estate dan pendatang baru di dunia politik Srettha Thavisin dari Partai Pheu Thai yang berada di posisi kedua, bagian dari aliansi delapan partai Pita, akan dicalonkan sebagai perdana menteri.

Para aktivis merencanakan lebih banyak pertemuan dan telah meminta orang-orang untuk mengenakan pakaian hitam untuk memprotes apa yang mereka anggap sebagai aturan yang dipersulit bagi para pemenang pemilu Thailand kali ini.

Konstitusi yang dirancang oleh militer menguntungkan partai-partai konservatif, mengharuskan setiap kandidat perdana menteri untuk mendapatkan setidaknya 375 suara dari sidang gabungan badan legislatif bikameral, termasuk senat yang beranggotakan 249 orang yang ditunjuk oleh junta dan majelis rendah yang beranggotakan 500 orang.

Para pengunjuk rasa menyerukan agar para senator mengundurkan diri dan agar koalisi delapan partai yang dipimpin oleh Pita tetap bersatu dan menjunjung tinggi janji-janji pemilunya selama ini.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement