REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin untuk pemulihan kesepakatan koridor biji-bijian Laut Hitam (BGSI). Dia juga meminta negara-negara Barat untuk mempertimbangkan tuntutan Rusia.
Kesepakatan itu ditandatangani di Istanbul pada Juli tahun lalu oleh Rusia, Ukraina, Turki, dan PBB. Perjanjian ini menciptakan koridor aman melalui Laut Hitam untuk ekspor dari tiga pelabuhan Ukraina yang dihentikan sejak perang dimulai pada Februari 2022.
Pengiriman biji-bijian itu pun membantu mengendalikan harga yang melonjak dan meredakan krisis pangan global. Kesepakatan memulihkan aliran gandum, minyak bunga matahari, pupuk, dan produk lainnya dari Ukraina, salah satu pengekspor biji-bijian terbesar di dunia.
Moskow menolak untuk memperpanjang perjanjian dengan alasan bagian-bagian yang terkait dengan tuntutannya ini belum dilaksanakan. Rusia mengacu pada penghapusan hambatan ekspor pupuknya, termasuk dimasukkannya Bank Pertanian Rusia milik negara dalam sistem pembayaran internasional SWIFT.
Sementara itu, negara-negara Barat kelabakan dengan keputusan Rusia menghentikan kesepakatan koridor gandum. Mereka khawatir dan berdalih keputusan tersebut akan berpengaruh pada keamanan pangan global.
Kepala Bantuan PBB, Martin Griffiths, mengatakan banyak orang kecewa dengan keputusan Rusia. Griffiths menegaskan, bagi sebanyak 362 juta orang, penangguhan perjanjian itu merupakan masalah ancaman bagi masa depan dan masa depan anak-anak serta keluarga.
"Mereka tidak sedih, mereka marah. Mereka khawatir, mereka khawatir. Beberapa akan kelaparan, beberapa akan kelaparan, banyak yang mungkin mati akibat keputusan ini," katanya dikutip dari Anadolu Agency.