Rabu 26 Jul 2023 04:15 WIB

Ilmuwan: Gelombang Panas Disebabkan Perilaku Manusia

Suhu panas di Cina, Amerika Serikat dan Eropa selatan tembus rekor.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Suhu panas. Ilustrasi
Foto: pixabay
Suhu panas. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Penelitian terbaru menemukan perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia memainkan peran "luar biasa besar" pada gelombang panas ekstrem yang melanda Amerika Utara, Eropa dan Cina pada bulan ini. Cuaca ekstrem sepanjang bulan Juli menimbulkan bencana di seluruh penjuru bumi.

Suhu panas di Cina, Amerika Serikat dan Eropa selatan tembus rekor. Terjadi banyak kebakaran hutan, kekeringan dan orang yang jatuh sakit karena panas.

Baca Juga

Sepanjang pekan ribuan wisatawan di Pulau Rhodes, Yunani, terpaksa mengungsi untuk menghindari kebakaran hutan yang disebabkan gelombang panas. Penelitian sekelompok ilmuwan yang tergabung di World Weather Attribution menemukan tanpa perubahan iklim yang disebabkan perilaku manusia peristiwa-peristiwa bencana bulan ini akan "sangat jarang" terjadi.

"Suhu Eropa dan Amerika Utara saat ini hampir tidak mungkin tanpa dampak perubahan iklim," kata salah satu ilmuwan yang melakukan penelitian tersebut, Izidine Pinto dari Royal Netherlands Meteorological Institute di konferensi pers, Selasa (25/7/2023).

"Di Cina suhu saat ini sekitar 50 kali lebih mungkin terjadi dibandingkan masa lalu," tambahnya.

The World Weather Attribution memperkirakan naiknya konsentrasi efek rumah kaca menaikan gelombang panas di Eropa sebanyak 2,5 derajat Celsius dibandingkan sebelumnya. Efek rumah kaca juga menaikan suhu gelombang panas di Amerika Utara 2 derajat Celsius dan di Cina 1 derajat Celsius.

Para ilmuwan mengatakan selain berdampak buruk pada kesehatan manusia, gelombang panas juga merusak begitu banyak ladang dan mematikan hewan ternak. Seperti ladang jagung dan kedelai di Amerika Serikat, ternak di Meksiko, zaitun di Eropa dan kapas di Cina.  

Para ilmuwan menambahkan El Nino mungkin akan menambah panas di sejumlah wilayah tapi naiknya efek rumah kaca tetap faktor terbesar. Gelombang panas akan menjadi sering terjadi bila emisi tidak dipangkas.

Mereka memperkirakan gelombang panas kemungkinan akan terjadi setiap dua sampai lima tahun sekali bila rata-rata suhu global naik 2 derajat di atas tingkat masa pra-industri. Suhu rata-rata dunia saat ini diperkirakan sudah naik lebih dari 1,1, derajat Celsius.

"Peristiwa yang kami amati tidak jarang terjadi pada iklim saat ini, dari sudut pandang klimatologi ini tidak mengejutkan, peristiwa-peristiwa ini terjadi di saat bersamaan," kata ilmuwan dari Grantham Institute for Climate Change, Friederike Otto.

"Selama kita terus membakar bahan bakar fosil kita akan melihat semakin banyak keekstreman ini, saya pikir tidak ada lagi bukti yang lebih kuat dari sains untuk menjawab untuk pertanyaan saintifik dari ini," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement