REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pelarangan peredaran buku sudah berlangsung sejak lama dengan kategori dan jenis bergantung pada negaranya. Saat ini, banyak negara yang menargetkan buku yang memberikan ruang terhadap LGBTQ+, termasuk negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS).
Menurut laporan PEN America, lebih banyak larangan sekolah selama semester musim gugur 2022 dibandingkan dua semester sebelumnya. Asosiasi Perpustakaan Amerika mendokumentasikan, 1.269 upaya untuk melarang atau membatasi buku di perpustakaan tahun lalu. Hampir setengah atau 45,5 persen dari 2.571 judul unik yang ditulis oleh atau tentang LGBTQ+ dilarang.
The Guardian melaporkan, daftar buku yang dirilis oleh American Library Association (ALA) menunjukkan bahwa judul paling sering ditentang karena berisi representasi LGBTQ+ atau konten yang dianggap eksplisit secara seksual. ALA mengatakan, sepanjang 2022 telah melihat jumlah laporan tertinggi untuk menghapus atau membatasi buku sejak mulai mengumpulkan data lebih dari 20 tahun yang lalu.
“Daftar tersebut juga menggambarkan seberapa sering cerita oleh atau tentang orang LGBTQ+, orang kulit berwarna, dan pengalaman hidup menjadi sasaran sensor,” ujar presiden ALA Lessa Kanani'opua Pelayo-Lozada.
Gerakan politik di AS tidak dapat dipungkiri memunculkan pembatasan buku-buku yang tersedia di perpustakaan umum dan sekolah. Di Missouri, senator negara bagian Republik Rick Brattin menambahkan amandemen undang-undang tentang anti-perdagangan anak dan eksploitasi seksual. Aturan ini mengkriminalkan siapa saja yang menyediakan materi eksplisit secara visual di sekolah.
Beberapa perpustakaan sekolah Utah sekarang memerlukan kartu izin bagi siswa untuk meminjam buku yang mencakup tema LGBTQ+. Sementara Partai Republik dan sayap kanan telah menargetkan pencerita drag.
Sementara, Chartered Institute for Library and Information Professionals di Inggris mengatakan, pustakawan telah melihat peningkatan permintaan buku untuk dihapus. Pengajuan ini berkaitan dengan judul tentang seksualitas dan ras yang paling menjadi sasaran.
Tapi Hungaria melakukan langkah yang lebih jauh. Pemerintah melakukan upaya kerasa dengan melakukan pelarangan peredaran buku bertemakan LGBTQ+. Bahkan pemerintah mengenakan denda besar terhadap toko buku Budapest memajang novel grafis dewasa muda yang menggambarkan kisah LGBTQ+ pada Juli 2023.
Pemerintahan sayap kanan Hungaria telah mensahkan undang-undang pada 2021 yang melarang iklan atau distribusi materi yang mempromosikan atau menampilkan homoseksualitas. Atas aturan ini, beberapa toko buku di negara ini membungkus cover buku dengan tema tersebut.
Selain itu, negara yang menentang sikap Hungaria atas pembatasan tersebut, juga muncul pelarangan. Contoh saja Italia yang mengecam sikap Hungaria, hanya saja wali kota baru Venesia yang konservatif Luigi Brugnaro mengumumkan, melarang buku bertemakan LGBTQ+ dari perpustakaan prasekolah kota. Namun, Brugnaro memutuskan hanya melarang dua buku seusai protes yang disampaikan oleh berbagai kalangan.
Tindakan Brugnaro melarang buku ini sesuai dengan sikap pemerintah Italia yang memberikan kebebasan kepada pemimpin wilayah untuk mengaturnya. Dia menyatakan dikutip dari nytimes, tindakan itu adalah pemenuhan janji pemilu dan tanggapan tegas terhadap arogansi budaya pemerintahan sebelumnya yang memasukkan buku-buku itu ke dalam kurikulum prasekolah tanpa berkonsultasi dengan orang tua.
"Buku-buku ini berisiko membingungkan anak-anak," ujar Brugnaro.
Sedangkan di Lithuania, beberapa buku remaja yang menampilkan pasangan sesama jenis diberi label "berbahaya" pada 2014. Penerapan ini merujuk pada Undang-Undang 2010 yang menyatakan promosi hubungan seksual atau konsepsi lain untuk mengakhiri pernikahan atau membentuk keluarga selain yang ditetapkan dalam Konstitusi atau Hukum Perdata.
Selain di Barat, beberapa negara Asia pun telah memberikan perhatian lebih untuk buku dengan tema tersebut. Dewan Perpustakaan Nasional (NLB) Singapura pada 2014 menarik buku yang menceritakan pasangan penguin jantan sesama jenis yang menetaskan telur bersama di Kebun Binatang Central Park New York.
Pemerintah Malaysia pun melarang tiga buku karena diduga mempromosikan gaya hidup LGBTQ+ pada awal 2023. Menurut keterangan Kementerian Dalam Negeri Malaysia, tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran unsur-unsur yang merusak moralitas di masyarakat.