Selasa 08 Aug 2023 20:14 WIB

Negara Afrika Barat tak Punya Pilihan Alternatif untuk Membalikkan Kudeta di Niger

Para pemimpin kudeta di Guinea, Burkina Faso, dan Mali mendukung junta Niger.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Tentara militer di negara Afrika Barat, Niger, telah mengumumkan melakukan kudeta terhadap pemerintah resmi negara ini di TV nasional.
Foto: AP
Tentara militer di negara Afrika Barat, Niger, telah mengumumkan melakukan kudeta terhadap pemerintah resmi negara ini di TV nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, DAKAR -- Junta militer di Niger telah menentang tenggat waktu hari Ahad (6/8/2023) lalu, tawaran dari blok regional Afrika Barat (ECOWAS) untuk mengembalikan presiden yang digulingkan, Mohamed Bazoum, atau menghadapi kemungkinan intervensi militer.

Para kepala pertahanan Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) pekan lalu menyusun rencana penggunaan kekuatan untuk membalikkan kudeta 26 Juli di Niger. Diantaranya, termasuk bagaimana dan kapan harus mengerahkan pasukan militer ke negara ini.

Namun mereka negara ECOWAS ternyata juga khawatir, dengan pengerahan ini dapat meningkatkan momok konflik lebih lanjut, di wilayah yang telah berjuang dengan pemberontakan kelompok ektrem yang mematikan. Hal ini yang membuat ECOWAS tidak membocorkan rinciannya, dan tetap akan membutuhkan persetujuan dari para kepala negara anggota sebelum melakukan intervensi militer.

ECOWAS telah mengirim pasukan ke tempat-tempat yang bermasalah dan berkonflik sebelumnya, tetapi tidak pernah di Niger dan jarang di wilayah yang terpecah belah.

Para analis keamanan mengatakan bahwa rincian operasi besar dapat memakan waktu berminggu-minggu untuk disatukan, dan bahwa invasi membawa risiko besar, termasuk terjebak dalam konflik yang berlarut-larut dan mendestabilisasi Niger dan wilayah itu lebih jauh.

Pemimpin kudeta Jenderal Abdourahamane Tiani sebelumnya pernah menjabat sebagai komandan batalion untuk pasukan penjaga perdamaian ECOWAS di Pantai Gading, setelah gencatan senjata antara pemerintah dan pasukan pemberontak pada tahun 2003. Situasi inilah yang membuat ia tahu apa saja yang termasuk dalam misi intervensi tersebut.

Namun, beberapa orang akan merasa bahwa mereka tidak memiliki banyak pilihan. "Jika mereka tidak masuk, ini akan menjadi masalah kredibilitas yang besar. Mereka telah menetapkan garis merah," kata Djiby Sow, seorang peneliti senior di Institut Studi Keamanan di Dakar.

Presiden Nigeria Bola Tinubu telah mengatakan kepada pemerintahnya untuk mempersiapkan berbagai opsi termasuk pengerahan personil militer. Senegal juga mengatakan bahwa mereka dapat mengirim pasukan.

Namun, para pemimpin kudeta di Guinea, Burkina Faso, dan Mali telah menyatakan dukungannya terhadap junta Niger, dan negara-negara lain juga memiliki tantangan keamanannya sendiri.

Operasi Pasukan Khusus

Opsi ini akan melibatkan pasukan darat yang lebih ramping dan lebih cepat dibentuk. Pasukan ini kemungkinan akan berfokus pada perebutan tempat-tempat keamanan dan administratif utama, menyelamatkan Bazoum dari tahanan rumah dan memulihkan pemerintahannya, kata Ikemesit Effiong, seorang peneliti senior di konsultan Intelijen SBM di Nigeria. 

ECOWAS juga dapat meminta dukungan intelijen dari pasukan AS dan Prancis di dalam Niger. "Jangka waktunya akan lebih pendek dan kemampuannya sudah ada di wilayah tersebut. Operasi semacam itu akan lebih realistis," kata Effiong.

Meskipun demikian, risiko masih ada. Pasukan asing yang menjaga tempat-tempat di pusat ibu kota Niamey dapat memicu kekerasan di kota, di mana ratusan orang turun ke jalan untuk mendukung kudeta - dan menentang campur tangan asing. 

Niger adalah negara yang sangat besar dan memiliki keragaman etnis, dan Bazoum memenangkan pemilu tahun 2021 dengan 56 peesen suara. Belum jelas seberapa besar dukungan yang akan diberikan oleh berbagai kelompok kepada pemimpin baru.

Analis keamanan dan diplomat juga mencatat adanya perpecahan di antara angkatan bersenjata Niger, yang mungkin tidak semuanya bersatu di balik kudeta. Kekuatan-kekuatan regional dapat mengeksploitasi hal itu.

"Satu-satunya skenario yang layak secara operasional yang dapat saya bayangkan ... adalah dalam bentuk dukungan yang lebih terbatas untuk 'kudeta balasan' oleh pasukan Nigeria," kata Peter Pham, seorang rekan di lembaga pemikir Dewan Atlantik dan mantan utusan khusus AS untuk wilayah Sahel. "Saya tidak melihat mereka masuk tanpa unsur lokal," katanya menambahkan.

ECOWAS telah mengambil sikap yang lebih kuat terhadap Niger dibandingkan dengan junta di Burkina Faso dan Mali yang telah mengambil alih kekuasaan dalam tiga tahun terakhir.

Meskipun demikian, ECOWAS masih dapat memutuskan untuk melanjutkan sanksi, menunda intervensi militer dan sebaliknya menyerukan kembalinya pemerintahan sipil setelah pemilihan umum. Junta telah mengatakan bahwa mereka bersedia untuk mendiskusikan hal itu, tanpa menyebutkan jangka waktunya.

Bahkan opsi ini menimbulkan risiko bagi kawasan, karena sanksi akan melemahkan ekonomi Niger, salah satu negara termiskin di dunia, dan karena itu dapat memicu dukungan bagi junta dan kelompok-kelompok Islamis yang menawarkan uang dan tempat tinggal.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement