REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Perusahaan media sosial X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, telah dijatuhi denda sebesar 350 ribu dolar AS atau setara Rp 5,3 miliar oleh pengadilan AS. Twitter dianggap telah menghina dan tak mematuhi surat perintah pengadilan dalam proses penyelidikan mantan presiden Donald Trump terkait kasus kerusuhan di gedung Capitol pada Januari 2021.
Pendapat setebal 34 halaman oleh panel tiga hakim dengan Pengadilan Banding AS di Washington mengungkapkan bahwa penasihat khusus Jack Smith memperoleh surat perintah untuk memeriksa akun Twitter Donald Trump pada Januari terkait penyelidikan yang sedang berlangsung perihal kerusuhan di gedung Capitol. Kerusuhan dan penggerudukan gedung Capitol terjadi pada 6 Januari 2021.
Pelaku penggerudukan adalah massa pendukung Trump yang tak terima atas kemenangan Joe Biden dalam pilpres AS pada November 2020. Trump, lewat media sosialnya, dituduh menghasut massa pendukungnya untuk bergerak ke Capitol Hill hingga akhirnya terjadi keonaran dan kerusuhan. Sebanyak lima orang tewas dalam huru-hara tersebut.
Dalam penyelidikan kasus kerusuhan itu, panel tiga hakim dan Pengadilan Banding AS mengungkapkan, surat perintah untuk penasihat khusus Jack Smith menjabarkan rincian arahan yang diberikan ke Twitter oleh pengadilan. "Pengadilan distrik mengeluarkan surat perintah penggeledahan dalam kasus pidana, mengarahkan pemohon Twitter Inc ('Twitter') untuk memberikan informasi kepada pemerintah terkait dengan akun Twitter '@realDonaldTrump’. Surat perintah penggeledahan diberikan bersama dengan perintah kerahasiaan yang melarang Twitter memberi tahu siapa pun tentang keberadaan atau isi surat perintah tersebut,” demikian bunyi surat pendapat dari panel hakim dengan Pengadilan Banding AS yang dirilis Rabu (9/8/2023), dikutip Anadolu Agency.
Menurut panel hakim, temuan menunjukkan bahwa Twitter menunda produksi bahan yang diperlukan oleh surat perintah penggeledahan dan tidak menyerahkannya tepat waktu. "Meskipun Twitter pada akhirnya memenuhi surat perintah, perusahaan tidak sepenuhnya memberikan informasi yang diminta sampai tiga hari setelah tenggat waktu yang diperintahkan pengadilan. Dengan demikian, pengadilan distrik menganggap Twitter menghina dan menjatuhkan sanksi 350 ribu dolar AS atas keterlambatannya," kata panel hakim.
Dalam bandingnya Twitter berargumen bahwa perintah kerahasiaan melanggar Amandemen Pertama dan Undang-Undang Komunikasi Tersimpan (Stored Communications Act). Twitter berpendapat pengadilan distrik seharusnya tetap menjalankan perintah penggeledahan sampai setelah keberatan Twitter atas perintah kerahasiaan diselesaikan dan bahwa pengadilan distrik menyalahgunakan kebijaksanaannya dengan menghina Twitter dan menjatuhkan sanksi.
Para hakim menolak argumentasi Twitter. "Kami menegaskan keputusan pengadilan distrik dalam segala hal. Pengadilan distrik dengan benar menolak banding Amandemen Pertama Twitter atas perintah kerahasiaan," kata panel, yang menegaskan kembali bahwa pengadilan "tidak menyalahgunakan kebijaksanaannya”.
"Pengadilan distrik mengikuti prosedur yang tepat sebelum memutuskan Twitter melakukan penghinaan terhadap pengadilan - termasuk memberi Twitter kesempatan untuk didengar dan kesempatan untuk menghapus penghinaannya guna menghindari sanksi," katanya.