REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengatakan mereka selesai menyingkirkan lebih dari 1 juta barel minyak dari kapal tanker super dari Laut Merah, lepas pantai Yaman. Langkah ini untuk mencegah potensi bencana lingkungan.
Selama bertahun-tahun aktivis dan pejabat PBB sudah memperingatkan seluruh pinggir pantai Laut Merah beresiko mengalami bencana lingkungan. Bila kapal tanker Safer yang berkarat bocor atau meledak, lalu menumpahkan minyak yang empat kali lebih banyak dari bencana Exxon Valdez di pinggir Alaska pada 1989.
Perang Yaman memaksa operasi pemeliharaan Safer tertahan sejak 2015. Kapal itu digunakan sebagai gudang dan telah tertambat di Yaman selama 30 tahun.
"Ini momen besar untuk menghindari potensi bencana katastropik," kata administrator Program Pembangunan PBB, Achim Steiner yang mengkoordinasikan upaya rumit menyingkirkan minyak dari Safer, Jumat (11/8/2023).
Kru yang menyingkirkan minyak dari kapal itu berada di pinggir pantai zona konflik selama 18 hari. Mereka bekerja di antara ranjau-ranjau laut, panas terik yang menyengat dan arus yang kuat.
Steiner mengatakan PBB mengumpulkan dana lebih dari 120 juta dolar AS untuk operasi ini. Operasi ini membutuhkan kapal tanki kedua untuk memuat minyak, pesawat yang berjaga untuk melepaskan zat kimia untuk menghilangkan minyak bila tumpah ke laut dan lebih lusinan polis asuransi.
"Sampai menit terakhir kami melihat operasi sebagai salah satu operasi dengan kesiapan mitigasi resiko tingkat tertinggi," kata Steiner.
"Akhir cerita yang terbaik adalah ketika minyak akhirnya terjual dan meninggalkan kawasan," tambahnya.
Belum ada kesepakatan berapa banyak transaksi yang akan diproses dan pejabat PBB di Yaman akan segera memulai negosiasi dengan kelompok-kelompok yang berkonflik di negara itu. Untuk mencapai kesepakatan bagaimana pembagian penjualan minyak yang sebagian besar dimiliki perusahaan milik negara SEPOC.
Di media sosial Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan "bencana lingkungan dan humanitarian" telah dicegah dan meminta donor untuk menyelesaikan proyek itu.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memuji PBB dan pihak-pihak di Yaman yang "bekerja sama untuk mencegah bencana lingkungan, ekonomi dan kemanusiaan." Ia mengatakan pekerjaan ini merupakan model untuk kerja sama pencegahan bencana internasional.
FSO Safer adalah tanker minyak berkarat yang telah ditambat di lepas pantai Yaman sejak 1988. Kapal tanker ini membawa lebih dari 1 juta barel minyak, dan dikhawatirkan bisa bocor atau meledak, menyebabkan tumpahan minyak besar-besaran.
Tanker itu dibangun pada tahun 1976 dan pada awalnya digunakan untuk menyimpan minyak untuk ekspor dari Yaman. Namun, itu dihentikan pada tahun 2015 karena dimulainya perang saudara di Yaman. Tanker tidak terawat dengan baik sejak saat itu, dan telah rusak oleh badai dan kebocoran.
Sebelumnya, kelompok Huthi yang menguasai daerah di sekitar tanker, menolak memberi izin pada inspektur PBB naik ke kapal. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tanker itu bisa menjadi bom waktu.
Jika tanker menumpahkan minyaknya, itu akan berdampak buruk bagi lingkungan dan ekonomi Yaman. Minyak bisa mencemari Laut Merah, membunuh kehidupan laut dan menghancurkan industri perikanan dan pariwisata.
Ini juga bisa mencemari pasokan air minum, menyebabkan masalah kesehatan yang meluas. Tumpahan minyak juga bisa mengganggu pengiriman di Laut Merah, yang merupakan jalur perdagangan utama. PBB telah bekerja untuk mengamankan tanker dan mengeluarkan minyaknya.
Pada tahun 2022, Dewan Keamanan PBB mengesahkan resolusi yang mengizinkan penggunaan kekuatan untuk mengeluarkan minyak dari tanker jika perlu. Pada tahun 2023, operasi yang dipimpin PBB berhasil mengeluarkan lebih dari 1 juta barel minyak dari tanker, menghindari potensi bencana lingkungan.
Namun, masih ada lebih banyak minyak yang harus dikeluarkan, dan tanker tetap menjadi ancaman. Selain risiko lingkungan dan kemanusiaan, minyak tanker yang sudah rusak di lepas pantai Yaman juga menimbulkan risiko keamanan.
Tanker itu berada di lokasi strategis di Laut Merah, dan dapat digunakan oleh kelompok teroris untuk menyerang pengiriman atau menyebabkan bencana lingkungan besar.