REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Negara-negara Afrika ingin Cina mengalihkan fokusnya dari membangun infrastruktur di benua tersebut ke industrialisasi lokal, demikian disampaikan diplomat tertinggi Cina di Afrika pada Selasa (22/8/2023), dalam sebuah briefing di sela-sela KTT BRICS di Afrika Selatan.
"Integrasi Afrika sudah meningkat dan banyak negara Afrika (telah) meminta Cina untuk mempertimbangkan (pergeseran) fokus kami," Wu Peng, direktur jenderal departemen urusan Afrika di kementerian luar negeri Cina, mengatakan.
Wu mengatakan bahwa perubahan ini diperlukan terutama mengingat Perjanjian Perdagangan Bebas Benua Afrika (Africa Continental Free Trade Agreement/AFCFTA), yang diluncurkan pada awal 2021 dan dimaksudkan untuk memungkinkan negara-negara Afrika untuk bisa berdagang bebas tarif di masa depan.
Cina akan membicarakan rencananya untuk industrialisasi Afrika dengan para pemimpin Afrika pada hari Kamis (24/8/2023), di meja bundar khusus di sela-sela pertemuan blok BRICS 22-24 Agustus - Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Antara tahun 2000 dan 2020, pemberian pinjaman di Cina - sebagian besar bank-bank milik negara, telah setuju untuk meminjamkan 160 miliar dolar AS ke negara-negara Afrika, menurut Boston University.
Komitmen pinjaman melonjak setelah Xi meluncurkan "Inisiatif Sabuk dan Jalan" pada tahun 2013 untuk mendanai infrastruktur di negara-negara berkembang, tetapi kemudian turun tajam dari puncaknya sebesar 28,4 miliar dolar AS pada tahun 2016 menjadi 1,9 miliar dolar AS pada tahun 2020.
Wu mengatakan bahwa diskusi "mendesak" tentang "masalah darurat" tidak dapat menunggu hingga Forum Kerja Sama Cina-Afrika berikutnya. Di mana forum itu merupakan sebuah pertemuan rutin antara para menteri Cina dan Afrika yang akan berlangsung tahun depan.
Ia juga menjanjikan bahwa investasi oleh perusahaan-perusahaan Cina di Afrika, terutama dari perusahaan-perusahaan kecil dan menengah, akan meningkat."Apa pun yang terjadi dengan ekonomi global, atau ekonomi Cina, tren dalam jangka menengah atau jangka panjang, (adalah) perusahaan-perusahaan Cina bersedia mengambil risiko (untuk) masuk ke Afrika," tambah Wu.