REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran, Ebrahim Raisi pada Selasa (28/8/2023) mengatakan, Barat telah gagal mengisolasi negaranya. Iran menunda kemungkinan melanjutkan pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir.
“Musuh mencoba mengikuti dua strategi; yang pertama adalah mengisolasi Iran dari dunia dan yang lainnya adalah mematahkan semangat bangsa Iran. Kedua strategi tersebut telah gagal. Mereka (Barat) tidak berhasil mengisolasi Iran,” kata Raisi dalam konferensi pers di Teheran, dilaporkan Al Arabiya.
Raisi mengacu pada sanksi yang dijatuhkan terhadap Iran sejak Amerika Serikat membatalkan perjanjian nuklir tersebut pada 2018. Termasuk protes yang meletus pada September 2022 atas kematian seorang wanita muda dalam tahanan.
Raisi mengatakan, Iran terus mengupayakan pencabutan sanksi melalui negosiasi untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015. "Kami tidak mengaitkan perekonomian negara ini dengan keinginan negara-negara Barat," kata Raisi.
Ketegangan antara Teheran dan Washington mereda bulan ini dengan diumumkannya perjanjian pertukaran tahanan. Iran membebaskan lima tahanan Amerika dengan imbalan pengembalian dana Iran yang dibekukan di Korea Selatan sebesar 6 miliar dolar AS.
Namun perjanjian pertukaran tahanan itu tidak mencakup kemungkinan kembalinya perjanjian nuklir menjelang pemilihan presiden AS pada 2024.
Raisi menyoroti keberhasilan diplomatik Iran, termasuk pemulihan hubungan dengan negara-negara Arab seperti Arab Saudi serta keanggotaannya dalam Organisasi Kerjasama Shanghai dan undangan untuk bergabung dengan kelompok BRICS. Raisi menambahkan, pemerintahnya sedang berupaya untuk mengurangi pengaruh mata uang dolar AS terhadap perekonomian Iran.
"Aliansi dengan negara-negara berkembang seperti itu mewakili peluang bagus untuk melawan unilateralisme Amerika,” kata Raisi.