Selasa 05 Sep 2023 06:48 WIB

Hari Pertama Sekolah, Prancis Resmi Larang Siswa Pakai Abaya

Lebih dari 500 lembaga pendidikan berada dalam pengawasan

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Pihak berwenang Prancis resmi memberlakukan larangan menggunakan abaya bagi siswa muslim di lingkungan sekolah negeri pada Senin (4/9/2023).
Foto: arabnews.com
Pihak berwenang Prancis resmi memberlakukan larangan menggunakan abaya bagi siswa muslim di lingkungan sekolah negeri pada Senin (4/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pihak berwenang Prancis resmi memberlakukan larangan menggunakan abaya bagi siswa muslim di lingkungan sekolah negeri pada Senin (4/9/2023). Berdasarkan laporan, lebih dari 500 lembaga pendidikan berada dalam pengawasan, ketika anak-anak di seluruh negeri kembali ke kelas.

Bulan lalu pemerintah mengumumkan pelarangan abaya di sekolah-sekolah. Otoritas mengatakan hal itu melanggar aturan sekularisme dalam pendidikan. Otoritas juga sudah melarang jilbab dengan alasan afiliasi keagamaan.

Baca Juga

Kebijakan baru ini jelas menggembirakan kelompok sayap kanan. Namun, kelompok sayap kiri berpendapat tindakan tersebut merupakan penghinaan terhadap kebebasan sipil.

"Semuanya berjalan baik pagi ini. Tidak ada insiden untuk saat ini, kami akan terus waspada sepanjang hari agar para siswa memahami arti aturan ini," kata Perdana Menteri Elisabeth Borne, saat mengunjungi sebuah sekolah di Prancis utara, dikutip di VOA News, Selasa (5/9/2023).

Meski menyebut berjalan dengan baik, dia menambahkan ada sejumlah sekolah di mana siswa perempuannya masih datang dengan mengenakan abaya. Setelah ditegur, beberapa remaja putri disebut setuju untuk melepasnya. Namun bagi remaja lainnya, pihaknya akan berdiskusi dan menggunakan pendekatan pendidikan, untuk menjelaskan bahwa ada aturan yang diterapkan.

Kelompok sayap kiri menuduh pemerintahan Presiden Emmanuel Macron, yang berhaluan tengah, menggunakan larangan abaya untuk bersaing dengan Partai Nasional sayap kanan pimpinan Marine Le Pen, serta bergeser lebih jauh ke kanan.

Menteri Pendidikan Gabriel Attal mengatakan, pihak berwenang telah mengidentifikasi 513 sekolah yang mungkin terkena dampak larangan tersebut pada awal tahun ajaran ini. Dari data yang ada, tercatat sekitar 45.000 sekolah hadir di Prancis. Di hari pertama tahun ajaran baru kemarin, sekitar 12 juta siswa kembali bersekolah dan siap menerima ilmu.

Attal mengatakan, sebuah upaya telah dilakukan sebelum dimulainya tahun ajaran baru, untuk mengidentifikasi sekolah mana yang bisa menimbulkan masalah akibat larangan tersebut. Ia menambahkan, pengawas sekolah yang terlatih akan ditempatkan di beberapa sekolah.

Meski demikian, ia mengatakan menentang penerapan larangan terhadap orang tua mengenakan pakaian yang memiliki makna keagamaan, ketika mereka menemani anak-anak mereka jalan-jalan ke sekolah.

"Ada perbedaan antara apa yang terjadi di sekolah dan apa yang terjadi di luar sekolah. Yang penting bagi saya adalah apa yang terjadi di sekolah,” kata dia.

Beberapa tokoh sayap kanan telah meminta pemerintah untuk mewajibkan anak-anak mengenakan seragam di sekolah negeri. Untuk hal ini, Attal mengatakan dia akan mengumumkan uji coba seragam pada musim gugur.

“Saya tidak yakin ini adalah solusi ajaib yang akan menyelesaikan semua masalah sekolah. Tapi menurut saya ini layak untuk diuji,” lanjut dia.

Sebuah undang-undang yang diperkenalkan pada Maret 2004 melarang pengenaan tanda atau pakaian, yang membuat siswa seolah-olah menunjukkan afiliasi agama di sekolah. Larangan ini termasuk untuk salib besar, kippa Yahudi, serta jilbab Islam.

Berbeda dengan jilbab, abaya yang merupakan pakaian panjang dan longgar yang dikenakan untuk mematuhi keyakinan Islam dalam berpakaian sopan, berada di wilayah abu-abu. Hingga saat ini belum ada larangan langsung penggunaannya di lingkungan umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement