REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Kerusuhan pecah di sebuah wilayah imigran di kota terbesar ketiga di Swedia, setelah polisi setempat untuk kesekian kalinya membiarkan seorang pengunjuk rasa melakukan pembakaran Alquran.
Polisi di Malmo mengatakan pelaku pembakar Alquran, telah dilempari batu oleh kelompok anti aksi pembakaran Alquran. Puluhan mobil dibakar, termasuk mobil yang berada di garasi bawah tanah. Kerusuhan itu dimulai pada Ahad (3/9/2023) dan berlangsung semalaman. Polisi menggambarkannya sebagai "kerusuhan yang kejam".
Kerusuhan dimulai setelah seorang aktivis anti-Islam, Salwan Momika, membakar sebuah salinan Alquran pada Ahad (3/9/2023). Massa yang marah mencoba menghentikannya. Namun, polisi justru menangkap warga Swedia yang hendak menghentikan pembakaran Alquran, bukan si penista Alquran Salwan Momika.
Pada Senin dini hari, kerumunan yang sebagian besar terdiri dari anak-anak muda membakar ban dan puing-puing dan beberapa orang melemparkan skuter listrik, sepeda dan penghalang di lingkungan Rosengard. Beberapa spanduk juga dibentangkan yang berisi kalimat-kalimat mengutuk pembakaran Alquran.
"Saya mengerti bahwa pertemuan publik seperti ini membangkitkan emosi yang kuat, tetapi kami tidak dapat mentoleransi gangguan dan ekspresi kekerasan seperti yang kami lihat pada hari Ahad sore," kata perwira polisi senior Petra Stenkula.
"Sangat disesalkan sekali lagi melihat kekerasan dan vandalisme di Rosengard," katanya.
"Terlepas dari alasan di balik kerusuhan ini, pembakaran mobil, pelecehan, kekerasan terhadap petugas polisi, ... apa pun alasannya, saya pikir semua orang Swedia menganggap hal ini sama sekali tidak dapat diterima," ujar Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson dalam sebuah konferensi pers.
Dalam beberapa bulan terakhir, Momika, seorang pengungsi dari Irak, telah menodai salinan Alquran dalam serangkaian protes anti-Islam yang sebagian besar terjadi di Stockholm. Polisi Swedia membiarkan tindakannya, dengan alasan konstitusi kebebasan berbicara.
Pembakaran Alquran telah memicu protes kemarahan di negara-negara Muslim, serangan terhadap misi diplomatik Swedia, dan ancaman dari para ekstremis Islam. Para pemimpin Muslim di Swedia telah meminta pemerintah untuk mencari cara untuk menghentikan pembakaran Alquran.
Swedia mencabut undang-undang penistaan agama terakhir kali pada tahun 1970-an dan pemerintah mengatakan tidak berniat untuk memberlakukannya kembali. Namun, pemerintah telah mengumumkan sebuah investigasi mengenai kemungkinan untuk memungkinkan polisi menolak izin demonstrasi karena alasan keamanan nasional.