REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Amerika Serikat dan Uni Eropa pada Kamis (7/9/2023), mengkritik pernyataan tentang penganiayaan terhadap orang Yahudi pada Perang Dunia Kedua dan antisemitisme yang dilontarkan oleh Presiden Palestina, Mahmoud Abbas. Dalam sebuah pernyataan, dinas diplomatik Uni Eropa menyatakan, pernyataan Abbas yang disampaikan pada akhir Agustus di pertemuan Dewan Revolusi faksi Fatah, sangat menyesatkan.
Utusan khusus AS untuk memantau dan memerangi antisemitisme, Deborah Lipstadt, menyerukan agar Abbas melayangkan permintaan maaf atas pernyataan antisemitisme.
Middle East Media Research Institute, sebuah kelompok pemantau media yang berbasis di Washington dan dianggap dekat dengan Israel, menerbitkan terjemahan pidato Abbas dalam bahasa Inggris di situs webnya pada Rabu (6/9/2023). Dalam sambutannya, Abbas mengatakan, orang-orang Yahudi menjadi sasaran Nazi Jerman karena peran sosial mereka dan bukan agama mereka.
“Hal ini telah dijelaskan oleh banyak penulis Yahudi. Ketika mereka mengatakan bahwa Hitler membunuh orang Yahudi karena mereka Yahudi, dan bahwa Eropa membenci orang Yahudi karena mereka Yahudi, tidak. Dijelaskan dengan jelas bahwa mereka memerangi (orang Yahudi) karena status sosial mereka, peran mereka dan bukan agama mereka,” kata Abbas.
Juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan, pernyataan presiden tersebut adalah kutipan dari tulisan para penulis dan sejarawan Yahudi dan Amerika. Pernyataan ini bukan penolakan terhadap Holocaust.
“Posisi Presiden Mahmoud Abbas mengenai topik ini jelas dan telah didokumentasikan, dan ini merupakan kecaman total terhadap Holocaust Nazi dan penolakan terhadap antisemitisme,” kata Rudeineh.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara urusan luar negeri Uni Eropa menyebut pernyataan Abbas sebagai penghinaan terhadap jutaan korban Holocaust dan keluarga mereka. Juru bicara itu mengatakan, distorsi sejarah seperti itu bersifat menghasut, sangat menyinggung, serta memperburuk ketegangan di kawasan dan tidak menguntungkan kepentingan siapa pun.
“Mereka berada di tangan pihak-pihak yang tidak menginginkan solusi dua negara, yang telah berulang kali diadvokasi oleh Presiden Abbas," ujar juru bicara urusan luar negeri Uni Eropa.
Otoritas Palestina menjalankan pemerintahan sendiri secara terbatas di wilayah yang diduduki Israel sejak perang Timur Tengah tahun 1967. Palestina berusaha untuk mendirikan negara merdeka.
Pernyataan Abbas juga dikecam oleh Duta Besar Jerman untuk Israel, Steffen Seibert. “Rakyat Palestina berhak mendengar kebenaran sejarah dari pemimpin mereka, bukan distorsi seperti itu," kata Seibert.
Saat berkunjung ke Berlin tahun lalu, Abbas ditegur oleh Kanselir Jerman Olaf Scholz setelah dia menuduh Israel melakukan "50 Holocaust". Pernyataan itu sebagai tanggapan atas pertanyaan tentang peringatan 50 tahun serangan militan Palestina terhadap tim Israel di Olimpiade Munich 1972.