Senin 11 Sep 2023 07:22 WIB

Junta Niger Tuduh Prancis Kumpulkan Kekuatan untuk Intervensi Pemerintahan Militer

Niger merupakan negara bekas jajahan Prancis.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Junta Niger (ilustrasi). Para pemimpin militer baru Nigeri menuduh Prancis mengumpulkan kekuatan untuk kemungkinan intervensi militer di negara itu setelah kudeta pada Juli dan membentuk pemerintahan.
Foto: AP
Junta Niger (ilustrasi). Para pemimpin militer baru Nigeri menuduh Prancis mengumpulkan kekuatan untuk kemungkinan intervensi militer di negara itu setelah kudeta pada Juli dan membentuk pemerintahan.

REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Para pemimpin militer baru Nigeri menuduh Prancis mengumpulkan kekuatan untuk kemungkinan intervensi militer di negara itu setelah kudeta pada Juli dan membentuk pemerintahan. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan pada Ahad (10/9/2023), bahwa dia hanya akan mengambil tindakan atas permintaan pemimpin Niger yang digulingkan, Mohamed Bazoum.

Juru bicara junta Niger, Mayor Amadou Abdramane, mengatakan bahwa Prancis juga mempertimbangkan untuk berkolaborasi dalam intervensi militer. Yakni bersama negara yang tergabung di Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS), sebuah blok regional yang dikenal sebagai ECOWAS.

Baca Juga

"Perancis terus mengerahkan pasukannya di beberapa negara ECOWAS sebagai bagian dari persiapan untuk melakukan agresi terhadap Niger," kata Abdramane pada Sabtu (9/9/2023) malam dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi pemerintah.

Macron mengatakan bahwa ia tidak akan secara langsung menanggapi klaim junta tersebut ketika ditanya tentang hal itu setelah KTT Kelompok 20 di India. "Jika kami memindahkan apa pun, itu hanya atas permintaan Bazoum dan berkoordinasi dengannya, bukan dengan orang-orang yang menyandera presiden," katanya.

Namun, Macron menambahkan bahwa Prancis "sepenuhnya" mendukung posisi ECOWAS, yang telah mengatakan bahwa mereka mempertimbangkan intervensi militer sebagai opsi untuk mengembalikan Bazoum sebagai presiden.

Sejak menggulingkan Bazoum, junta di Niger, bekas jajahan Prancis, telah memanfaatkan sentimen anti-Prancis di kalangan penduduk Niger, bahkan meminta duta besar dan pasukan Prancis untuk pergi. 

Upaya anti-Prancis ini untuk menopang dukungan rakyat kepada pemerintahan Junta, dalam perlawanan terhadap tekanan regional dan internasional. Karena dalam pemerintahan sebelumnya, Niger telah menjadi mitra strategis Prancis dan Barat dalam memerangi kekerasan kelompok radikal yang meningkat di wilayah Sahel yang dilanda konflik, wilayah gersang di bawah Gurun Sahara.

Juru bicara junta mengatakan bahwa Prancis telah mengerahkan pesawat militer dan kendaraan lapis baja di negara-negara seperti Pantai Gading, Senegal, dan Benin untuk melakukan agresi. Walaupun klaim itu belum dapat diverifikasi secara independen oleh Associated Press.

"Inilah sebabnya mengapa Dewan Nasional untuk Perlindungan Tanah Air dan pemerintah transisi meluncurkan langkah serius kepada rakyat Niger untuk waspada dan tidak pernah melakukan demobilisasi hingga kepergian pasukan Prancis yang tak terelakkan dari wilayah kami," kata juru bicara Junta.

Sementara itu, juru bicara militer Prancis Kolonel Pierre Gaudilliere mengatakan pada hari Kamis bahwa saat ini terdapat sedikitnya 1.500 pasukan Prancis di Niger yang telah bekerja sama dengan pasukan keamanan rakyat Niger untuk memukul mundur kelompok ekstrim agama di sana.

Semua kegiatan Prancis telah ditangguhkan sejak kudeta, "oleh karena itu, deklarasi yang telah dibuat (sebelumnya oleh Prancis) adalah tentang mengeksplorasi apa yang akan kami lakukan dengan kemampuan ini," kata Gaudilliere.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement