Jumat 15 Sep 2023 17:28 WIB

PBB Sebut 700 Juta Orang di Dunia Terancam Kelaparan, Tak Ada Makanan untuk Besok Hari

45 juta anak di bawah usia lima tahun diperkirakan menderita kekurangan gizi akut.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Krisis kelaparan global telah menyebabkan lebih dari 700 juta orang tidak tahu kapan atau apakah mereka akan makan lagi besok hari. . Ilustrasi
Foto: politicalrogue.com
Krisis kelaparan global telah menyebabkan lebih dari 700 juta orang tidak tahu kapan atau apakah mereka akan makan lagi besok hari. . Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Krisis kelaparan global telah menyebabkan lebih dari 700 juta orang tidak tahu kapan atau apakah mereka akan makan lagi besok hari. Situasi ini telah membuat permintaan akan makanan meningkat tanpa henti sementara dana kemanusiaan semakin menipis, kata kepala badan pangan PBB pada hari Kamis (14/9/2023).

Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (WFP) Cindy McCain mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa karena kurangnya dana, badan tersebut terpaksa memotong jatah makanan untuk jutaan orang, dan "lebih banyak lagi pemotongan yang akan dilakukan".

Baca Juga

"Kita sekarang hidup dengan serangkaian krisis yang terjadi secara bersamaan dan berjangka panjang yang akan terus memicu kebutuhan kemanusiaan global," katanya. "Ini adalah realitas baru komunitas kemanusiaan - normal baru kita - dan kita akan menghadapi dampaknya di tahun-tahun mendatang."

Cindy McCain mengatakan bahwa badan tersebut memperkirakan hampir 47 juta orang di lebih dari 50 negara hanya selangkah lagi menuju kelaparan. Dan 45 juta anak di bawah usia lima tahun diperkirakan menderita kekurangan gizi akut.

Menurut perkiraan WFP dari 79 negara di mana badan yang berbasis di Roma ini beroperasi, hingga 783 juta orang, atau satu dari 10 populasi dunia, masih tidur dalam keadaan lapar setiap malam. Lebih dari 345 juta orang menghadapi tingkat kerawanan pangan yang tinggi tahun ini, meningkat hampir 200 juta orang dari awal tahun 2021 sebelum pandemi Covid-19, kata badan tersebut.

Akar dari melonjaknya angka-angka tersebut, menurut WFP, adalah "kombinasi mematikan dari konflik politik-perang, guncangan ekonomi, bencana dan cuaca iklim ekstrem hingga melonjaknya harga pupuk dan kelangkaan barang pangan".

Kejatuhan ekonomi akibat pandemi dan perang di Ukraina telah mendorong harga pangan di luar jangkauan jutaan orang di seluruh dunia. Sementara pada saat yang sama ketika harga pupuk yang tinggi telah menyebabkan penurunan produksi jagung, beras, kedelai dan gandum, kata badan tersebut.

"Tantangan kita bersama adalah meningkatkan kemitraan multisektoral yang ambisius yang akan memungkinkan kita untuk mengatasi kelaparan dan kemiskinan secara efektif, dan mengurangi kebutuhan kemanusiaan dalam jangka panjang," kata Cindy McCain.

Ia mendesak para pemimpin bisnis dalam pertemuan dewan yang berfokus pada kemitraan publik-swasta kemanusiaan. Tujuannya bukan hanya pendanaan, tetapi juga menemukan solusi inovatif untuk membantu mereka yang paling membutuhkan di dunia.

Michael Miebach, CEO Mastercard, mengatakan kepada dewan tersebut bahwa "bantuan kemanusiaan telah lama menjadi domain pemerintah" dan lembaga-lembaga pembangunan, dan sektor swasta dipandang sebagai sumber donasi keuangan untuk persediaan.

"Uang tetaplah penting, namun perusahaan dapat menawarkan lebih banyak lagi," katanya. "Sektor swasta siap untuk mengatasi tantangan yang ada dalam kemitraan dengan sektor publik."

Jared Cohen, presiden urusan global di Goldman Sachs, mengatakan kepada dewan bahwa pendapatan banyak perusahaan multinasional menyaingi PDB beberapa negara Kelompok 20 dengan ekonomi terbesar. 

"Perusahaan-perusahaan global saat ini memiliki tanggung jawab terhadap para pemegang saham, klien, staf, masyarakat, dan tatanan internasional berbasis aturan yang memungkinkan kita untuk berbisnis," katanya.

Cohen mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan dapat memenuhi tanggung jawab tersebut selama krisis. Yakni dengan bermitra dengan perusahaan-perusahaan lain dan sektor publik. 

Lana Nusseibeh, duta besar Uni Emirat Arab, mengatakan bahwa PBB meminta lebih dari 54 miliar dolar AS tahun ini, "dan hingga saat ini, 80 persen dari dana tersebut masih belum terpenuhi." Ini yang menunjukkan bahwa dunia menghadapi sistem yang sedang mengalami krisis".

Ia mengatakan bahwa kemitraan publik-swasta yang dulunya merupakan tambahan yang berguna, kini menjadi sangat penting bagi pekerjaan kemanusiaan. "UEA juga telah mendirikan pusat logistik kemanusiaan utama dan bekerja sama dengan badan-badan PBB dan perusahaan swasta dalam hal teknologi baru untuk menjangkau mereka yang membutuhkan," ujar Nusseibeh.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement