REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok Palestina Hamas menyebut serangan ke wilayah Israel pada Sabtu (7/10/2023) dini hari sebagai Operasi Badai Al Aqsa (Operation Al-Aqsa Flood). Sedangkan Israel yang membalas serangan ke Gaza menyebut tindakannya sebagai Operasi Pedang Besi (Operation Swords of Iron).
Penggunaan istilah Operasi Badai Al Aqsa oleh Hamas merujuk pada alasan para pejuangnya melakukan perlawanan. Menurut komandan militer Hamas Mohammad Deif dikutip dari Times of Israel, serangan yang sedang berlangsung adalah pembalasan atas penodaan Israel terhadap Masjid Al Aqsa di Yerusalem.
Menurut Deif, Israel membunuh dan melukai ratusan warga Palestina tahun ini. Ditambah lagi Israel menolak tawaran kesepakatan pertukaran tahanan. “Saat ini, rakyat menghidupkan kembali revolusi dan menghidupkan kembali March of Return,” kata Deif.
March of Return atau Great March of Return merujuk pada Protes Gaza 2018 yang berlangsung di perbatasan wilayah tersebut. Serangkaian demonstrasi diadakan setiap hari Jumat di Jalur Gaza dekat perbatasan Gaza-Israel dari tanggal 30 Maret 2018 hingga 27 Desember 2019.
Sedangkan Operasi Pedang Besi yang dilakukan Israel ditetapkan setelah pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mendeklarasikan perang setelah terjadinya serangan mengejutkan Hamas. Penetapan ini yang pertama kali dilakukan oleh Israel sejak 1973.
“Menanggapi rentetan roket yang diluncurkan Hamas dari Gaza ke Israel, IDF saat ini menyerang sasaran Hamas di Gaza,” ujar Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dikutip dari Business Today.
Menurut situs International Institute for Counter-Terrorism (ICT) Reichman University, operasi militer tersebut bertujuan melawan ancaman yang ditimbulkan Hamas. Hal ini mewakili upaya tegas Israel untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan warganya dan mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh elemen yang dinilai ekstremis di wilayah tersebut.