REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pada Sabtu (7/10/2023) pukul 06.00 pagi, Omar--bukan nama sebenarnya--mendengar suara roket diterbangkan dari kawasan Palestina. Ia merasa serangan kali ini sedikit berbeda dari serangan-serangan biasanya.
Ia bergegas bangun dari tempat tidurnya lalu menuju perbatasan Gaza dengan Israel. Omar yang berprofesi sebagai jurnalis berkendara menuju perbatasan Palestina-Israel, tepatnya ke penyeberangan Erez.
“Saya dan seorang teman jurnalis berkendara menuju perbatasan dan menuju penyeberangan Erez. Jalannya terbuka dan banyak orang yang menyeberang dengan berjalan kaki, dengan mobil, atau dengan sepeda motor,” ujar Omar, dilaporkan Middle East Eye, Ahad (8/10/2023).
Video footage released by Al-Qassam Brigades, the military wing of Hamas, on Sunday shows the moment its fighters breached Gaza's security fence and stormed the Erez Crossing pic.twitter.com/Ob2OekZRfh
— Middle East Eye (@MiddleEastEye) October 8, 2023
Erez adalah persimpangan utama antara Jalur Gaza yang terkepung dan Israel. Seperti pagar lainnya yang memisahkan keduanya, Erez dilengkapi berbagai peralatan militer serta peralatan pengawasan. Bagi banyak warga Palestina yang beruntung diizinkan meninggalkan Gaza, Erez sudah tidak asing lagi. Erez juga merupakan tempat para pekerja harian menyeberang ke Israel untuk bekerja.
Namun, situasi pada Sabtu (7/10/2023) berbeda. Dari kejauhan Omar sudah melihat pejuang Hamas mengejar zionis Israel. Lama kelamaan, hampir tidak ada satu pun tentara Israel yang terlihat di Erez ketika Hamas melancarkan Operasi Badai Al-Aqsa tersebut.
Omar menerima informasi tidak ada pasukan Israel dalam jarak 3 kilometer dari pagar perbatasan. Warga Palestina dalam kondisi aman untuk meninggalkan Gaza dan berjalan ke tanah datar Israel di depan mereka.
“Jadi orang-orang terus berjalan dan kami berjalan bersama mereka. Anda tidak bisa membayangkan jumlah orang yang masuk. Saat kami hendak menyeberang jalan menuju Erez, kami menjadi sasaran serangan udara ketika Israel berusaha memotong jalan dan berusaha menghentikan langkah warga Palestina," katanya.
Omar mengatakan, jet tempur Israel berusaha membubarkan massa yang menuju Erez. Tetapi warga Palestina sudah tidak peduli dengan apa pun dan terus melangkahkan kaki ke tanah bersejarah Palestina yang dicaplok Israel. Ketika mereka sampai, barulah perasaan haru meluap.
“Saya merasakan kegembiraan dan mulai menangis. Orang-orang mulai menangis dan bersujud karena mereka telah memasuki tanah tempat mereka mengungsi pada tahun 1948. Kami takjub saat berjalan-jalan, bebas, di tanah kami, di luar penjara di Gaza. Kami merasa bahwa kamilah yang memegang kendali atas tanah kami," ujar Omar.
Omar merasa momen tersebut seperti Hari Raya Idul Fitri. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Omar merasakan kebahagiaan yang membuncah. Omar dan warga Palestina lainnya merasa terbebas dari penjara dan penderitaan yang selama ini dirasakan.
“Saya merasa kebahagiaan orang-orang datang dengan memasuki negeri ini meskipun mereka akan mati. Saya telah menjalani seluruh hidup saya di bawah pengepungan, dan saya telah meliput semua peristiwa, perang dan perjalanan pulang, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan Jalur Gaza. Tapi ini pertama kalinya saya (kami) merasa merdeka," ujar Omar.
"Our occupied lands, we returned to it after 80 years."
A Palestinian man from Gaza sets break down in tears after crossing into 'occupied land' pic.twitter.com/TVPyM6vdKO
— Middle East Eye (@MiddleEastEye) October 7, 2023