REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Komunikasi Israel Shlomo Karhi mengusulkan peraturan darurat yang memungkinkan polisi di sana menangkap warga dan jurnalis jika mereka mempublikasikan konten yang dianggap merusak “moral nasional”. Usulan tersebut digulirkan saat Israel masih terus membombardir Jalur Gaza.
Dilaporkan laman Middle East Eye, Ahad (15/10/2023), berdasarkan usulan Karhi, pembatasan tersebut dapat diterapkan pada publikasi yang telah digunakan sebagai “basis propaganda musuh”. Rumah warga dan jurnalis dapat digeledah jika menyampaikan pidato yang dianggap tidak diinginkan oleh pemerintah. Mereka pun dapat ditahan dan disita harta bendanya jika dinyatakan bersalah.
Pada Ahad lalu, Karhi juga sempat menyampaikan bahwa dia sedang mencari kemungkinan untuk menutup biro lokal media Aljazirah. Dia menuduh Aljazirah yang berkantor pusat di Doha, Qatar, telah melakukan hasutan pro-Hamas dan mengekspose tentara Israel pada potensi serangan dari Gaza.
“Ini (Aljazirah) adalah stasiun yang menghasut, ini adalah stasiun yang memfilmkan pasukan di tempat berkumpul (di luar Gaza)… yang menghasut terhadap warga Israel – sebuah corong propaganda,” kata Karhi kepada Radio Angkatan Darat Israel.
“Tidak masuk akal pesan juru bicara Hamas disampaikan melalui stasiun ini. Saya harap kita bisa menyelesaikannya hari ini,” tambah Karhi.
Menurut Karhi, proposal untuk menutup biro lokal Aljazirah telah diperiksa oleh pejabat keamanan Israel dan kini sedang dikaji oleh para ahli hukum. Dia menambahkan, persoalan penutupan Aljazirah akan dibawa ke rapat kabinet pada hari berikutnya atau Senin.
Aljazirah dan Pemerintah Qatar belum memberikan komentar mengenai rencana Israel menutup kantor biro Aljazirah. Sejak 7 Oktober 2023 lalu, Israel telah terlibat pertempuran dengan kelompok Hamas yang mengontrol Jalur Gaza.
Hingga berita ini ditulis, warga Israel yang tewas akibat serangan Hamas telah mencapai sedikitnya 1.400 orang. Sementara jumlah korban meninggal di Jalur Gaza sudah menembus 2.750 jiwa.
Angka itu telah melampaui korban jiwa dalam agresi paling brutal Israel ke Gaza yang berlangsung selama sekitar enam pekan pada 2014. Kala itu, menurut data PBB, jumlah warga Palestina yang terbunuh mencapai 2.251 jiwa.