REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kepala Direktorat Intelijen Militer Israel, Aharon Haliva mengaku telah gagal membendung serangan mengejutkan kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Haliva mengatakan, gagal memberikan peringatan sebelum infiltrasi perlawanan Palestina di kota-kota Israel pada 7 Oktober 2023.
“Kami gagal dalam misi terpenting kami, dan sebagai kepala Direktorat Intelijen Militer, saya bertanggung jawab penuh atas kegagalan tersebut,” kata Haliva, dilaporkan Times of Israel, Selasa (17/10/2023).
Sebelumnya, Kepala Badan Keamanan Israel (Shin Bet), Ronen Bar mengirimkan surat resmi kepada pegawai badan tersebut. Dalam surat itu, Bar mengaku bertanggung jawab atas peristiwa 7 Oktober.
“Sebagai pemimpin organisasi, tanggung jawab atas hal ini ada di tangan saya,” ujar Bar.
Sementara itu, Menteri Komunikasi Shlomo Karhi mendapat kecaman karena mengatakan, pemerintah tidak perlu meminta maaf atas kegagalan membendung serangan Hamas. “Saya terus mendengar ‘meminta maaf, mengambil tanggung jawab, meminta pengampunan’ untuk apa?" ujar Karhi.
Setelah mendapat banyak kritik di media dan media sosial, Karhi mengeluarkan permintaan maaf yang menyatakan bahwa kutipan tersebut diambil di luar konteks. Mantan perdana menteri Israel, Ehud Olmert mengatakan, Perdana Menteri saat ini Benjamin Netanyahu memikul tanggung jawab atas kegagalan menghadapi perlawanan Palestina.
Beberapa jam sebelum serangan, lembaga pertahanan mengidentifikasi pergerakan yang tidak biasa di Jalur Gaza, sehingga menyebabkan adanya panggilan telepon larut malam antara para pejabat senior. Namun tanda-tanda tersebut diabaikan. Sejumlah menteri telah mengakui dan bertanggung jawab atas kegagalan yang berkontribusi terhadap serangan Hamas, termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, Menteri Pendidikan Yoav Kisch dan Menteri Kebudayaan dan Olahraga Miki Zohar.
Namun Netanyahu belum membuat pernyataan atas kegagalan Israel mencegah serangan mengejutkan Hamas.
Penasihat Keamanan Nasional Israel, Tzachi Hanegbi mengakui pemerintah “tidak memenuhi misinya". Secara pribadi Hanegbi mengakui bahwa dia telah membuat “kesalahan” dalam menilai kekuatan militer Hamas. Israel meremehkan kekuatan militer Hamas dengan menilai bahwa kelompok perlawanan Palestina itu tidak dapat melakukan serangan selama bertahun-tahun yang akan datang.
“Pertama-tama, itu adalah kesalahan saya, dan ini mencerminkan kesalahan semua orang yang melakukan penilaian, selama bertahun-tahun, terutama baru-baru ini,” kata Hanegbi.
Serangan mengejutkan Hamas adalah hari paling mematikan dalam sejarah Israel. Serangan ini terjadi hampir lima puluh tahun setelah dimulainya Perang Yom Kippur pada 1973 ketika Mesir dan Suriah melancarkan serangan mendadak terkoordinasi terhadap Israel yang awalnya menderita kerugian besar hingga mampu membalikkan keadaan dan mengamankan kemenangan. Setelah Perang Yom Kippur muncul ketidakpuasan publik, yang menyebabkan Perdana Menteri Israel saat itu, Golda Meir mengundurkan diri bersama kabinetnya.