REPUBLIKA.CO.ID, MAKHACHKALA -- Ratusan orang pada Ahad (29/10/2023) menyerbu Bandara Makhachkala di wilayah Dagestan, Rusia. Mereka memprotes kedatangan maskapai dari Ibu Kota Israel, Tel Aviv.
Massa tersebut masuk ke lapangan terbang dan mencari penumpang Yahudi. Beberapa dari mereka menginterogasi teknisi pesawat.
Pada hari yang sama dengan terjadinya kerusuhan di bandara, media pemerintah Rusia melaporkan bahwa sebuah pusat Yahudi di wilayah Kaukasus Utara lainnya, di Kabardino-Balkaria, dibakar. Pegunungan Kaukasus Utara telah memiliki komunitas Yahudi selama berabad-abad.
Sehari setelah kerusuhan, AFP melihat sebuah mobil polisi dengan beberapa petugas di luar sinagog Makhachkala. Kekerasan tersebut mendorong Israel untuk meminta Rusia melindungi warga negaranya dan orang Yahudi.
Di luar sinagog di Moskow, orang-orang terguncang namun tidak terkejut dengan kejadian tersebut, mengingat meningkatnya ketegangan global terkait konflik antara Israel dan Hamas.“Peristiwa politik tidak boleh membakar rumah kita bersama,” kata Ariel Razbegayev, direktur Sinagog Paduan Suara Moskow, kepada AFP.
Sementara itu, Pemimpin Ortodoks Rusia, Patriark Kirill, mengutuk kekerasan tersebut sebagai upaya untuk “menaburkan perselisihan” antara umat Yahudi dan Muslim di Rusia. “Saya yakin pihak-pihak yang memprovokasi insiden ini tidak akan berhenti menyebabkan kekacauan di negara kita,” kata ulama berpengaruh dan sekutu Kremlin itu.
Pasukan keamanan Rusia telah menahan lebih dari 80 orang sejak insiden kerusuhan di Bandara Makhachkala. Bandara dibuka kembali pada hari Senin (30/10/2023), namun pihak berwenang melaporkan beberapa kerusakan dan sebuah maskapai penerbangan mengatakan penerbangannya ke Israel dalam beberapa hari mendatang dibatalkan.